Namaku Tamara, dan waktu bekerja di salah satu perusahaan Jepang di Jakarta, Boss-ku memberi nama Tokosu, karena katanya mukaku mirip dengan keponakannya yang ada di Jepang, dan supaya lebih akrab maka aku di panggil Tokosu.

Kejadian ini waktu ulang tahun pacarku Nadi, nama lengkapnya Gunadi. Kita jarang ketemu, karena dia bekerja di Jakarta, dan aku masih tinggal di Bogor. Kita ketemu di tempat kerjanya, waktu dia selesai kerja. Pergi nonton dan makan malam bersama. Karena terlalu malam untuk pulang, dia mengajakku untuk menginap di tempat kostnya. Aku pikir ide yang bagus, agak susah untuk mencari bis pulang. Kita bergantian mandinya, dan dia meminjamkan kaos dan celana pendeknya. Aku hendak memberikan dompet yang aku bungkus sebelum ketemu dia, karena aku menginap di tempatnya, maka setelah mandi aku berikan padanya. Dia bilang bahwa waktunya tepat sekali karena dompetnya sudah jelek sekali, dan pipiku di kecupnya sebagai tanda terima kasih.

Kita duduk, dan ngobrol, karena sudah lama tidak bertemu. Kamarnya mengunakan AC dan aku berasa kedinginan, dan agak mengigil, dia melihat itu, maka di kecilkan sedikit AC-nya, kemudian datang mendekat dan menggosokan tangannya ke lenganku. Aku merasa sedikit hangat, ternyata tangannya tidak berhenti di situ, Nadi memijat pundakku juga, tangannya yang kekar, terasa mantap sekali di pundakku, kemudian turun sedikit di punggung, dan ke samping, masih dengan gerakan memijat, dan ternyata jalan ke depan, bagian dadaku. Aku merasa agak malu, aku tepiskan tangannya, tapi dasar tangannya bandel dan nakal, masih juga jalan-jalan di dadaku. Dadaku bergantung tanpa penyangga, Nadi tidak punya BH yang bisa di pinjamkan padaku. Dia berbisik pelan ke telingaku.
“Jangan malu malu Mara.., nggak apa-apa kok..” dia berbisik sambil mencium telingaku. Aku hanya memejamkan mataku, mulai berani, dan tersenyum padanya. Dadaku di remas-remas, dan juga di cubitnya putingku.
“Ahh.., Nadi.., jangan keras-keras dong..”, dia tanya, “Mau aku berhenti?” dan dengan terbata-bata aku bilang, “Jangan dong.., uhm.., remasnya pelan dikit biar nikmat ..”. Setelah itu aku berasa vaginaku mulai basah.

Aku berdiri dan kugandeng dia ke pinggir ranjang, lalu kuangkat kaosnya, dan kukecup perutnya, dan aku mulai menjilati pusarnya. Sabun mandinya tercium olehku, dan perlahan kuturunkan celananya, waktu aku cari celana dalamnya, ternyata dia tidak memakai celana dalam. Aku bisa melihat penisnya mulai berdiri, tapi belum keseluruhannya berdiri tegak. Aku dorong dia supaya duduk, dan kurenggangkan pahanya supaya aku bisa melihat penisnya. Aku ciumi bagian dalam pahanya, dan dia hanya telentang dengan kepalanya di atas dua bantal supaya bisa melihat apa yang kukerjakan pada penisnya. Ciumanku semakin ke atas, dan batang penisnya kini ada dalam genggaman tanganku, aku jilat kepala penisnya, dan kulihat dia tersenyum.

Kali ini aku masukkan kepala penisnya ke mulutku dan kuhisap penisnya seperti sedang minum dengan sedotan raksasa, dengan waktu yang sama aku naik turunkan kepalaku. Dan terdengarlah suaranya, “Slurp.., srupp..”, dan Nadi juga mulai merasa keenakan juga lalu kuusap-usap dengan sentuhan lembut, sambil aku hisap kepala penisnya, dan terkadang kujilati juga perlahan sekali, karena aku juga menikmatinya saat menjilati kepala penis Nadi, di ujung kepala penisnya, tepat di lubangnya, ujung lidahku bermain-main di lubang penisnya, dan dia merasa perih di situ, karena beberapa kali berusaha di tariknya, tapi aku tidak memberinya kesempatan, apalagi ketika aku urut batang penisnya dari bawah ke atas, aku bisa melihat ada lendirnya yang keluar dari lubang penisnya, dan akupun buru-buru menjilat dan menghisapnya kuat-kuat, siapa tahu ada yang keluar lagi. Setelah puas aku jilatin kepala penisnya, dan tidak ada yang keluar dari situ lagi.

Maka aku pindah ke biji pelirnya. Aku angkat batang penisnya ke atas, dan sambil aku kocok penisnya perlahan-lahan, aku juga jilati pelirnya bergantian yang kanan, lalu yang kiri. Dari bawah aku bisa melihat Nadi tersenyum dan mulai relaks. Waktu dia sedang keenakan, tiba-tiba kucupang biji pelirnya kuat-kuat, dan membuat dia kaget, dan berteriak, “Aakkh.., Mara.., jangan kuat-kuat dong..”, untung kita pasang radio di kamarnya agak keras, jadi teriakannya tidak sampai keluar. Aku tidak peduli dengan teriakannya, aku masih hisap pelirnya, bergantian antara jilati yang satu, dan hisapan yang satunya lagi. Sambil menghisap pelirnya, tanganku masih membelai lembut batang penisnya, dan tanganku yang lain, mengusap-usap vaginaku yang sudah basah sejak tadi, waktu kulihat vaginaku, di lantai bawah ada tetesan lendir dari vaginaku, yang tanpa kusadari sudah menetes keluar. Aku masukkan jari tanganku ke dalam vaginaku yang sudah basah, dan mulai kukocokin sendiri.

Setelah kurang lebih 10 menit, Nadi menepuk lenganku dan berkata, “Mara naik ke atas sini aja yuk..”, dan ternyata maksud Nadi adalah supaya selangkanganku ada di kepalanyanya. Kepalanya masih di sangga dengan bantal, dan posisinya tepat sekali di bawah vaginaku. Dia mulai menjilati vaginaku yang sudah basah, dengan harapan bisa menjilatinya hingga kering, tapi makin di jilati semakin basah vaginaku, tangannya juga meremas-remas ke dua pantatku. Lidahnya menari-nari di bibir vaginaku dan sekitar clitorisku yang mulai gatal. Mulutku masih naik turun di batang penisnya, waktu lidah Nadi menemukan clitorisku dari sela-sela batang penisnya aku mendesah, “Uuukhh.., ehmm.., Nad.., di.., eehmm..”. Nadi tahu bahwa dia sudah menemukan kelentitku, dan dia mulai menghisap-hisap clitorisku, dan tangannya masih meremasi pantat ku. Dari batang penisnya, aku pindah ke pelirnya lagi, dan kuhisap pelan-pelan, dan Nadi berkata, “Mara.., pegel.., aakhh..”, aku tahu dia keenakan pegalnya. Kita saling menjilat, dan mengisap vagina dan penis, kurang lebih selama 15 menit. Dan Nadi berkata, “Mara.., aku mau ngecret nich..”, aku tahu klimaksnya sudah dekat, aku juga sudah hampir klimaks juga, dan aku berkata, “Kita keluarkan sama-sama ya..”
Aku berasa orgasmeku sudah hampir sampai, dan ada rasa pegal dan geli di sekitar pinggangku, dan karena sudah tidak tahan, “Aakh.., Nadi.., Jilatin.., ter..us.., jangan ber.., hen.., ti.., aakhh..”, kataku terbata-bata, dan sampailah klimaksku, aku mengeluarkan lendir di vaginaku. Dan Nadi masih menjilati vaginaku.

Tak berapa lama kemudian tiba-tiba aku merasa penisnya mulai mengejang dan keras, dan dihisapnya vaginaku kuat sekali, dan di remas juga pantatku, membuat kukaget, karena sedang menikmati orgasmeku tadi, maka aku juga tidak mau kalah, aku remas biji pelirnya dan kuhisap kepala penisnya Tidak sampai 2 detik, aku merasakan ada yang cairan yang keluar ke dalam mulutku, badan Nadi mulai mengejang dan aku tahu dia sedang orgasme juga. Aku tidak sempat mencari kertas tissu, maka aku telan spermanya, tapi masih banyak lagi yang keluar, aku hisap, dan aku simpan di mulutku. Aku hisap, dan hisap lagi sambil kuremas batang penisnya, setelah tidak ada lagi yang keluar, aku berbalik, dan kucium mulutnya sambil mengeluarkan spermanya yang keluar di mulutku tadi ke mulutnya. Ternyata dia menyukai itu dan minta lagi dengan menjilati mulutku dan lidahkupun di hisapnya. Kita ciuman dan pelukan selama beberapa menit, dan aku berkata, “Itu kado ulang tahunmu yang satunya”. Nadi hanya tersenyum puas, karena merasa capek, kita sudah tidak peduli dengan pakaian kita, satu tangan Nadi memelukku, dan tangan satunya dia menarik kain untuk menutupi badan kita, supaya tidak digigit nyamuk.
Pagi harinya aku baru pulang ke rumahku di Bogor. Kedua orang tuaku sempat panik karena aku tidak pulang semalaman. Untung aku pulang dengan selamat hingga membuatnya ceria kembali.

0 komentar:

Total Tayangan Halaman

 

blogger templates