Tampilkan postingan dengan label cerita gag bgt. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita gag bgt. Tampilkan semua postingan

Kadang aku bingung memahami kehidupan ini. Dulu waktu di desa sebagai bujang ngejar-ngejar wanita desa aja banyak yang menolak. Eh giliran sekarang jadi sopir pribadi malah dapat rejeki nomplok. Bisa numpaki dan ngeloni nyonya majikanku yang cuantiik buanget biar usianya sudah 35. Badan masih bagus, singset, kulit kuning mulus. Hidung mancung dan di bibirnya suka muncul bintik-bintik kayak keringat. Syeddapp. Dulu sebelum numpaki nyonya aku sering curi-curi pandang
Demi melihat hidung dan bibirnya itu. Dia tahu, tapi cuek. Pura-pura kali ya. Wanitakan suka ditatap penuh nafsu oleh laki-laki. Meskipun oleh sopirnya kayak aku ini. Memang sih suka menampakkan tampang tidak suka kayaknya sebal gitu lho, duluu kala, tapi aku nggak percaya kalau dia sama sekali nggak senang dan tersanjung. Naluri wanitakan sama. Mau babu, mau model iklan, kalau ada laki-laki yang memperhatikan berarti dirinya masih dinilai cantik. Wanita kalau nggak ada yang memperhatikan padahal sudah dandan habis-habisan bisa bete seharian deh. Merana. Mikirin dirinya yang sudah tidak menarik lagi (meskipun hanya sopir tapi saya pernah belajar psikologi wanita, dari buku yang kubaca di tukang loak ketika sambil menunggu tuan belanja waktu itu. He… he…
Nyonyaku katanya eks primadona kampus. Tapi namanya manusia, biar mantan primadona atau mantan pramuniaga kalau sudah digigit kesepian yang amat sangat sekali dan sudah tak tertahankan ya harus mencari solusinya. Boleh jadi orang disekitarnya bisa digoda pula. Ingat kasus nyonya muda Pondok Indah yang beradu syahwat sama pembantunya yang sudah tua? Awalnya suka membentak-bentak memarahi sang bapak pembantu rumah tangga itu eh lama-lama malah suka dan ketagihan dihentak-hentak oleh si bapak itu dalam gairah asmara yang ganjil.
Itulah dunia erotis, susah dicerna tetapi sebenarnya mudah diterima dengan suatu sudut pandang yang polos. Jadi teorinya sederhana saja sesungguhnya, bahwa yang namanya syahwat itu adalah suatu naluri dasar. Naluri yang dibawa manusia sejak lahir ke dunia ini. Dia belum mengenal adat, tata krama, hukum, dsb. Benar-benar murni. Setelah mulai menjadi dewasa maka manusia menjadi milik lingkungannya. Harus peduli sama lingkungan sonya. Padahalkan awalnya nafsu itu nggak ada kaitannya dengan ideologi, so, ekonomi, politik, budaya dan hankam segala deh (inget pelajaran SMP).
Nah lebih-lebih bila nafsunya itu ternyata memberi pengalaman kenikmatan yang tiada tara yang tidak didapatkan dari pasangan resminya. Wah tambah ketagihan deh. Lha yang awalnya diperkosa aja ada yang akhirnya bisa menikmati, apalagi bagi yang didasari sama-sama butuh. Para pelaku yang sudah pengalaman merasakan nikmatnya bersenggama pasti pusing deh kalau lama nggak digauli lawan jenisnya.
Emang sumpah nggak kepikir di benakku kalau aku orang yang jelek dan kampungan ini ternyata kebagian juga mendapat anugerah dalam bentuk wanita cantik. Yaitu bisa menikmati seluruh lekuk tubuh dan khususnya memiaw sang eks primadona yang wangi itu. Hehehe. Enak gila. Sudah gratis eh malah dihadiahin lagi. Nggak usah maksa. Nggak usah merayu. Nggak usah mikirin kasih makan. Nggak usah rebutan segala. Kebayang dulu ketika beliau masih mahasiswi, wah pasti seru ajang kompetisinya. Kayak AFI kali. Yang ngrebutin pastilah ada anak orang kaya, yang ganteng, yang bonafid, yang playboy, yang aktivis, yang jagoan olah raga, dan seterusnya. Tereliminasi semua bleh. Rugi mereka. Mending jadi sopir kayak aku ini nggak usah modal kuliah segala. Hihihi.
Sebenarnya aku kadang suka melamun (melamun adalah satu-satunya harta kekayaanku) mencari pemahaman mengenai keadaan ini. Siapa yang salah ya? Tuanku yang terlalu sibuk cari duit demi menyenangkan hati nyonya, atau nyonya yang nggak punya kesibukan (emang dari dulu dilarang tuan kerja karena bisnis tuan masih berjalan dengan baik bahkan cenderung meningkat pesat).
Sempet juga aku juga merasa kasihan sama tuanku kalau dia hanya mikirin bisnisnya melulu. Cari duit banyak-banyak maunya demi kebahagiaan istri eh malah istri jarang dinikmati alias banyak dianggurin aja. Tahu deh kalau di luar suka jajan atau nyimpen WIL. Tetapi kalau sampai nyimpen WIL segala apa ya maksimal pemakaiannya. Paling dipakainya pas lagi refreshing, itupun kalau sempet. Bisnismen itu pasti lebih banyak sibuk ke bisnisnya ketimbang ngurusin lain-lainnya. Gitu kali. Tapi yang penting prinsipku: urusan atas adalah kewajiban tuanku (mulut yang dikasih makan), urusan bawah (vegy yang dikasih semprotan) adalah jatahku.
Adilkan? Menurut kaca mataku sih orang-orang sibuk kayak tuanku itu mending memperistri babu. Kalau capek pasti dengan suka rela mau mijitin. Nggak banyak protes. Siap mendengar keluh kesah setiap saat tanpa berani menyela. Menurutku lhoo. Nah yang cantik-cantik kayak nyonya dan mudah kesepian itu jodohnya ya laki-laki yang punya banyak waktu luang untuk memperhatikan dan siap sedia setiap saat kalau dibutuhkan. Misalnya sopir kayak aku ini. Huahahaha. Tapi masuk akalkan? Gimana nggak masuk akal.
Orang seelite tuan pasti sudah biasa ketemu wanita kelas tinggi yang cantik-cantik. Karena sudah biasa maka ya jadi biasa. Lha orang kayak aku ini kan selalu melotot dan melongo melihat wanita-wanita sekelas nyonya. Pasti bawaannya kagum dan kagum melulu. Melamun sepanjang hari gimana bisa ngent*t dengan wanita-wanita kelas ini. Sama halnya dengan nyonya, bergaul sama laki-laki berkelas pasti sudah biasalah. Yang jarang adalah bergaul dengan laki-laki kasar.
Pasti menimbulkan khayalan erotis untuk bersenggama dengan para lelaki kasar, yang berotot, ngomong sembarangan, berpeluh kalau bekerja, hidupnya cuma untuk hari ini, dan bla-bla. Pastilah menimbulkan empati campur sensasi begitu. Hahaha.
Nah gara-gara sering diminta melayani nyonyaku yang hobi kesepian itu aku dimanjain dengan hadiah-hadiah mahal. Kadang-kadang sih. Misal dibeliin baju, sepatu, minyak wangi dan sebagainya yang bermerk. Sekarang aku kenal baju merk Arrow, kata orang sih harganya ratusan ribu. Tapi aku nggak berani pakai kalau lagi ada tuan, nanti ditanya kok bisa beli baju mahal. Masak mau nggak makan setengah bulan demi beli baju semahal itu. Kan bisa ketahuan, kasihan nyonya. Aku sih paling dipecat. Lha kalau nyonya dicerai? Apa ya mau ikut aku jadi istri keduaku. Pasti enggak mau. Memang lucu juga ya. Urusan perut sama bawah perut bisa demikian jauhnya. Tapi nggak apa-apa. Mendingan begini.
Jauh lebih menguntungkan bagiku. Dikasih tapi nggak dituntut. Kayak bintang sinetron yang dituduh memperkosa seorang cewek, disebarluaskan di media massa. Coba kalau yang memperkosa cuma tukang ojek, preman, kuli, atau sopir nggak bakalan diberita-beritain besar-besaran sama korban. Nggak usah dituntut kawin cukup laporin polisi aja (atau malah dipetieskan aja kasusnya). Lha, apa malah nggak enak. Kalau mau dipenjara ya nggak masalah. Nggak punya apa-apa ini kecuali kolor. Dibiarkan bebas ya lebih asyik bisa cari yang lebih ranum lagi. Enak juga sebenarnya yah kaum ‘nothing to lose’ alias kaum yang cuma bermodal nafas ini. Hehe.
Tiba-tiba lamunanku dibubarkan secara sepihak oleh nyonya.
“Rusmiin.. Hayo sore-sore gini sudah bejo (bengong jorok) ya. Kebeneran, sini masuk kamar, Dear”
Tugas sampingan sudah memanggil-manggil. Syeddaapp. Kebetulan kami dua hari ini lagi nginep di villa keluarga di daerah puncak. Tuan seperti biasa lagi urusan ke luar kota. Anak-anak nyonya pada mau ujian jadi mereka harus belajar di rumah. Ibunya beralasan mau menengok villa-nya dan kebun buah-buahannya. Berdua saja kami ini. Makanya nyonya berani teriak-teriak semaunya ketika mau ngajak ML. Kulihat nyonya sudah pakai daster tipis putih dan sedang duduk di pinggir ranjang. Kaki kanan diangkat di bibir ranjang sementara yang kiri menyentuh lantai. Waduh seksi sekali Yayangku ini.
“Wah sudah nggak sabaran yah Yang?”
“Iya tahu, mau cepetan dirudal ama penismu yang nggak kira-kira gedenya itu. Ayyoo cepetan sinnii. Jangan sok maless gitu aah..”
Aku emang kadang suka menggodanya dengan berlagak malas melayaninya. Kalau udah gitu kemanjaan nyonya suka muncul.
“Iya deh, mau apa dulu nih Say?”
“Jilatin seluruh tubuhku tanpa tersisa. Ini perintah..!”
Lalu dasternya telah merosot ke bawah secara kilat. Seperti biasa kalau sudah siap tempur nyonyaku nggak pakai CD dan Bra. Sudah polos total. Dia tengkurap. Aku mendekat. Kumulai jilatan dari ujung jari kaki.
“Ehm”
Belum apa-apa. Pelan-pelan sekali kujilat dan kuhisap jari-jarinya satu per satu. Telapak kakinya. Betisnya yang berbulu agak jarang dan panjang-panjang. Bikin naik darah.
“Emh..” Mulai ada reaksi. Pindah ke kaki satunya.
“Emh..” Lagi ketika tiba di betis.
Kuteruskan ke arah paha belakang. Permainan semacam ini memang perlu kesabaran tersendiri. Di samping itu juga membantuku untuk tidak cepat naik selain membantunya untuk mulai warming up duluan. Oh ya perlu kuberitahu, sejak aku didayagunakan begini jadi rajin minum jamu kuat kalau enggak wah bisa remuklah aku. Kuat banget dan tahan lama sih nyonya mainnya.
“Ahh.. Hemhh..”
Begitu bunyi mulutnya ketika lidahku mulai mengusap pangkal pantatnya (Mau enggak ya tuan disuruh begini ama nyonya? Mungkin inilah kelebihanku mau apa aja. Biarin, gratis dan ueennakk ini. Hehehe.) Kubikin lama dalam melulurin area x, kubikinnya libidonya memuncak lebih cepat. Kupercepat sapuanku. Kuselingi dengan sodokan-sodokan memasuki celahnya.
“Aauuhh.. Auuhh.. Auuhh.. Ruuss..”
Mulai kepanasan dia. Basah. Kuremas-kuremas pantatnya yang montok putih mulus. Lalu kujulurkan tangan kananku menuju punggung. Kuusap sejenak terus menukik melesak ke bawah, teteknyalah sekarang sasaran sentuhanku.
“Buussyyeet.. Ruuss.. Pentil.. Ooh.. Ya.. Yaa.. Pentilku diusap.. Ussaaph.. Ahh “
Aku merambat naik dan kukangkangi dengan sedikit merapat. Tidak kontak ketat. Gesekan-gesekan burungku yang masih dalam sangkar celana sengaja kuarahkan ke pantatnya. Kujilati pinggang, punggung, pundak, leher, belakang telinga.
Dan, “aahh balikk..” Nyonya membalikkan badannya.
Sebenarnya aku sudah enggak tahan mengulum bibirnya. Penisku sudah demikian kencangnya. Tapi ya sabar dah. Belum ada perintah selain menjilat sih. Kumulai menjilati leher depan, turun ke ketiak yang licin, ke lengan, telapak tangan, jari, ke dada. Di sekitar itu aku berlama-lama. Kuputari gunung kembarnya bergantian. Kiri-kanan. Kiri-kanan. Diselingi mengisep pentilnya.
“Auh.. Auh.. Auhh.. Ah.. Ahh”, tangannya mulai menjambak rambutku dan kadang ditekan-tekannya kepalaku agar teteknya mendapat kenikmatan paripurna. Sesek napas juga sih kalau kelamaan. Kucek selangkangannya. Woow, tambah basah. Kupegang tangan satunya lalu kuarahkan untuk mulai mengusapi dan memencet rudalku. Menurut dia.
“Kulum, Dear” Dengan menjatuhkan berat badanku sementara kakinya sudah mulai mengangkang, tangan kiriku keselipkan dibawah punggungnya, tangan kananku memegang tetek kanannya, maka kuserbu bibirnya tanpa ampun. Saling memilin lidah kami. Saling tumpah ludah kami. Sambil kusodok-kusodokkan burungku yang masih tersimpan dalam sangkarnya tepat di area tempiknya (memiawnya). Gemes aku ingin memasukkan. Tapi ada kenikmatan juga ketika menyodok namun terhambat.
Meskipun agak sakit juga. Sensasi begini kadang lebih mengasyikkan ketimbang main masuk langsung. Terus kukulum, kuhisap, kujilat, ambil napas, lalu serbu lagi. Seperempat jam kami beradu mulut dan bibir. Setelah mengambil nafas sebentar kukulum hidung bangirnya. Kujilati. Aku hobi juga mengulum dan menjilati hidung-hidung yang mancung begini. Kadang kumasukkan (tentu saja tidak masuk, bego) lidahku ke lobang-lobangnya. Kakinya yang kanan mulai membelit, menumpangi kaki kiriku.
“Lepass baaju dann celanamuu..”
Kulepaskan ikatan ragawi kami. Turun dari ranjang untuk menelanjangi diriku. Polos. Kunaiki ranjang lagi. Kutempelkan penisku mengarah ke bawah memiawnya sehingga dalam posisi masih bebas di luar liangnya. Kutindih lagi. Kunikmati setiap inchi tubuh halus mulusnya melalui kontak tubuh kami yang penuh. Kalau bisa tidak ada yang lolos. Kulanjutkan dengan adu ciuman. Kujilati dagunya, pipinya, kukulum kupingnya. Mendongak-dongak dia. Desahnya semakin kacau. Jepitan kakinya sudah dua sekarang. Tiba-tiba tangannya merogoh burungku. Ditekan-tekannya ke arah bibir liang.
Lalu, “slep..” Masuklah burungku. Kubiarkan berdiam diri dulu. Aku masih menikmati kontak total begini sambil menggeliat-geliat. Kuingin menikmati tekanan tetek-teteknya di dadaku lebih lama. Kuingin menikmati gesekan-gesekan antar paha, gesekan-gesekan antar perut, gesekan-gesekan antar kulit. Kupejamkan mataku agar indera sentuhku bekerja dengan sempurna dalam memberikan sarafku kenikmatan sebuah persetubuhan.
“Sooddook..” Tanpa rela kumelepaskan belitanku mulai kupompa memiawnya dengan melengkung-lengkunkan pinggulku. Tangan kiriku menyusup di bawah punggungnya menggapai pinggir luar tetek kanannya, tangan kananku menyusup ke bawah menjangkau ujung memiaw belahan belakang.
Kujawil-jawil. Kaki-kakinya merangkul kaki-kakiku semakin erat. Digoyang naik turun pantatnya seirama dengan maju mundurnya sodokanku. Nafas-nafas kami dalam dan berat dalam mendukung kerja persetubuhan. Erangan-erangannya meningkahi sodokanku yang kubikin dalam-dalam. Sedalam mungkin. Suara kecipak cairan memiawnya mengiringi maju mundurnya penisku yang memenuhi liang memiawnya. Penuh. Diameter rudalku tak menyisakan sela. Padat dan kesat. Itulah mengapa nyonyaku jadi keranjingan.
“Cepetin.. Cepetin.. Nyoddookknyaa.. Aah.. Ahh..”
Aku terus menghujaminya bagaikan antan penumbuk padi yang terus bertalu-talu berirama konstan. Kuingin melesak lebih dalam lagi. Lebih jauh lagi. Urat-urat rudalku pasti sebesar-besar kabel listrik kalau bisa dilihat.
“Edaann.. Teruss.. Banggsaatt.. Jembbuut.. Konttoll.. Aahh.. Aahh.. Aahh.. Ayoo.. Genjott.. Teruss.. Teruss “
Kejorokan nyonyaku sudah tidak asing lagi di telingaku ketika persenggamaan sedang mendaki puncak. Akan menambah daya hentak dan meluapkan sensasi-sensasi paling primitif sang nafsu yang dimiliki makhluk hidup. Dengan cepat dan kasar kubalikkan tubuhnya tengkurap lalu buru-buru kusodokkan lagi rudalku ke memiawnya melalui belakang. Kubelit lagi dirinya. Kususupkan kembali kedua tanganku menjangkau tetek-teteknya secara menyilang. Kuremas-kuremas dengan kasar. Kususupkan kepalaku di samping lehernya. Kuendus dan kuhisap leher jenjangnya yang wanginya telah pudar karena leleran keringat.
“Plak.. Plok.. Plak.. Plok..” bunyi pantatnya beradu dengan selangkanganku. Kurangsak. Klitorisnya lebih mudah kugasaki dari belakang. Kupercepat tonjokan-tonjokan ke klitorisnya. Semakin menggila dia.
“Bajingann.. Sopirr.. Dassarr.. Teruss.. Yah.. Yah.. *******.. Kamuu.. Adduh.. Ennakk.. Uahh.. Uahh.. Auhh.. Ahh.. Eaarghh.. Mmpphh.. Ooh..”
Semakin cepat kedut-kedutan memiawnya memijiti rudalku. Dan, “aahh.. Hh.. Aku keluaarhh.. Russ.”
Mengejang dia dan terangkat pantatnya kuat-kuat. Namun masih saja kugasaki sampai beberapa detik akhirnya menyemburlah pancaran magma dari rudalku.
“Jrrott.. Jroott.. Crrott ” Liangnya kupenuhi dengan semburan-semburan maniku. Lemas. Masih kutumpangi dia. Tersengal-sengal nafas kami. Kugesek-kegesekin hidungku ke lehernya.
****
Awal bagaimana akhirnya kami memadu asmara begini yaitu ketika setelah mengantar anak-anaknya sekolah. Ketika berangkat mengantar anak-anaknya sekolah nyonya duduk sama yang kecil di belakang. Yang gede di depan di sampingku. Mereka kelas 5 dan kelas 2. Cewek semua. Pada jalan pulang nyonya duduk di depan. Dia memintaku untuk tidak langsung pulang. Dimintanya aku masuk tol dalam kota. Kami berputar-putar beberapa kali.
Rupanya sudah agak lama dia sebenarnya ingin curhat. Berhubung nyonyaku membatasi pergaulannya sejak menikah demi suaminya, maka pergaulannya jadi amat terbatas. Sebatas keluarga dan para pembantu-pembantunya, termasuk aku sebagai sopirnya. Sehingga ketika nggak tahan untuk bercurhat maka akulah yang tersedia untuk menjadi sasaran tumpahan emosinya. Lebih mudah dan lebih terjaga kerahasiaannya karena dilakukan di luar rumah, sambil keliling-keliling seperti sekarang ini. Rupanya jatah dari tuan baik dalam bentuk perhatian maupun keintiman dirasanya kurang. Nyonya memaklumi kesibukan tuan, namun sebagai wanita yang masih kuat kebutuhan emosi dan biologisnya menuntut jatah yang normal ketimbang cuma sebulan sekali atau paling banter 2 kali. Tidak terus terang sih ngomongnya, tapi diserempetin.
“Kamu sama isterimu berapa kali dalam sebulan berkasih-kasihan, Rus?”
“Seminggu sekali atau ya bisa dua tiga kali, Nya.”
“Wah bahagia sekali dong isterimu ya.”
“Ya namanya kewajiban suami untuk membahagiakan isteri mau gimana lagi.”
Lalu diam seperti melamun. Waktu aku mau oper gigi persneling rupanya tanpa sengaja tanganku menyinggung pahanya. Baru kusadari rupanya nyonya duduknya agak mepet ke tongkat persneling. Aku minta maaf. Nyonya diam saja. Seerr juga aku sebenarnya. Tapi aku mana berani memikirkan kejadian barusan. Entah ini sudah putaran yang ke berapa tapi nyonya masih minta diputerin lagi. Kalau ada yang tahu berapa kali kami muterin Jakarta pasti mikir ini orang mau jalan-jalan tapi maunya irit ya. Sekali bayar tol tapi puas muter-muter. Ketika mau pindah gigi lagi aku sebenarnya sudah agak sungkan-sungkan tapi harus kulakukan karena aku sudah mengurangi kecepatan.
Semoga sudah geser duduknya. Eh lhadalah, kesenggol lagi. Busyet ini nyonya kayak nggak peduli atau sengaja. Sempet kurasakan tadi kalau yang kesenggol bukan kain, lebih halus dari itu, pura-pura nengok spion sebelah kiri maka dengan sudut mataku kucoba cari info apa yang sebenarnya kusenggol tadi apakah benar kulit manusia. Nyonyaku ikut nengok melihat spion kiri. Kesempatan dalam waktu sedetik kulihat ke lokasi persenggolan tadi.
Benar. Deg. Ternyata pahanya yang kesenggol tadi. Wah rok nyonya kok telah tersingkap. Sadar nggak ya dia. Kubiarkan. Ternyata rok yang dipakai ada belahan tinggi di sisi kanan, dan kini belahannya ternyata telah menyibakkannya diri sedemikian rupa sampai.. Pangkalnya. Deg. Deg. Wah. Eh secepat kilat nyonya membalikkan kepalanya ke arahku dan ada senyum tipis. Matanya menatapku tanpa sepatah katapun. Terus kembali lurus menatap jalan di depan.
“Nggak apa-apa kok” Modar kowe. Meriang panas dingin sekarang hawa tubuh yang kurasakan. Sebagai lelaki bangkitlah keberanianku mencandainya.
“Nggak apa-apa gimana, Nya?”
“Nyenggol-nyenggolnya tadi itu.”
“Maaf gak sengaja, Nya.”
“Sengaja juga nggak apa-apa.”
“Ah nyonya, mana berani.”
“Lho, inikan dikasih ijin. O enggak mau ya sama aku? Ya sudah kalo gitu”
“Wadduh Nya, mana ada lelaki yang sebodoh itu. Nyonya itu cantik banget. Saya minder di dekat nyonya, sungguh.”
“Ah masak sih.”
Tiba-tiba tangan kiriku diraihnya dan disentuhkan ke pahanya. Yang kesenggol tadi, ingat? Ehhm, kutatapnya dia. Saya balasannya. Mulai berani kugerakkan tangan kiriku yang beruntung itu, lebih menyerupai mengelus. Nyonyaku mulai bersandar. Agak dimajukan duduknya sehingga pahanya semakin mudah kujangkau. Coba kutelusuri menuju pangkal. Merem dia. Agak ke dalam lagi. Lalu sampai pangkal.
“Ah.” Lenguhan pendeknya keluar. Kuusap-usapnya pangkal pahanya, tempat sang memiaw bersemayam. Mendesah dia. Tiba-tiba tangan kanannya menerobos ke pangkalanku juga.
“Oh, gede punyamu, Min.”
“Bagilah dirimu denganku selain istrimu, maukan Rus?”
Aku diam. Semua ini terjadi mendadak. Lalu aku nafsu dan mengangguk. Dan kami terus saling mengusap sampai bocor bersama. Sebenarnya sejak kejadian itu dia menyatakan menyesal karena telah berbuat sejauh itu yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dia berjanji untuk tidak mengulanginya karena akan menyakiti hati suaminya dan isteriku kalau ketahuan nanti. Aku setuju. Tapi waktu jua yang akhirnya mengalahkan kami sesuai kodrat alam yang minta dipenuhi.
Akhirnya kami mengulanginya dan mengulanginya lagi sampai akhirnya benar-benar alat vital kami beradu. Pernah aku sarankan untuk mencari gigolo-gigolo saja yang tampan dan keren daripada aku yang hanya bagian dari kumpulan manusia kasar, jelek dan rendah. Dia hanya menggeleng. Mungkin dia ingin kerahasiaannya lebih terjaga kalau berhubungan dengan satu orang saja. Orang terdekatnya. Apakah demi status sonya atau martabatnya atau nama baiknya. Entahlah. Atau takut menjurus ke arah kecanduan, cenderung ingin mencoba-coba berbagai jenis pria. Entahlah. Atau memang sudah tercukupi kebutuhannya.
Entahlah. Atau memang bagian dari fantasinya, mencoba ekstrimitas, menikmati dunia-dunia kasar. Entahlah juga. Kalau aku jelas, sulit menghindari daya pikat wanita dari kelas yang jauh di atasku dan memiliki kecantikan yang bagaikan putri dari langit. Lalu kapan lagi. Hehe…
Demi melihat hidung dan bibirnya itu. Dia tahu, tapi cuek. Pura-pura kali ya. Wanitakan suka ditatap penuh nafsu oleh laki-laki. Meskipun oleh sopirnya kayak aku ini. Memang sih suka menampakkan tampang tidak suka kayaknya sebal gitu lho, duluu kala, tapi aku nggak percaya kalau dia sama sekali nggak senang dan tersanjung. Naluri wanitakan sama. Mau babu, mau model iklan, kalau ada laki-laki yang memperhatikan berarti dirinya masih dinilai cantik. Wanita kalau nggak ada yang memperhatikan padahal sudah dandan habis-habisan bisa bete seharian deh. Merana. Mikirin dirinya yang sudah tidak menarik lagi (meskipun hanya sopir tapi saya pernah belajar psikologi wanita, dari buku yang kubaca di tukang loak ketika sambil menunggu tuan belanja waktu itu. He… he…
Nyonyaku katanya eks primadona kampus. Tapi namanya manusia, biar mantan primadona atau mantan pramuniaga kalau sudah digigit kesepian yang amat sangat sekali dan sudah tak tertahankan ya harus mencari solusinya. Boleh jadi orang disekitarnya bisa digoda pula. Ingat kasus nyonya muda Pondok Indah yang beradu syahwat sama pembantunya yang sudah tua? Awalnya suka membentak-bentak memarahi sang bapak pembantu rumah tangga itu eh lama-lama malah suka dan ketagihan dihentak-hentak oleh si bapak itu dalam gairah asmara yang ganjil.
Itulah dunia erotis, susah dicerna tetapi sebenarnya mudah diterima dengan suatu sudut pandang yang polos. Jadi teorinya sederhana saja sesungguhnya, bahwa yang namanya syahwat itu adalah suatu naluri dasar. Naluri yang dibawa manusia sejak lahir ke dunia ini. Dia belum mengenal adat, tata krama, hukum, dsb. Benar-benar murni. Setelah mulai menjadi dewasa maka manusia menjadi milik lingkungannya. Harus peduli sama lingkungan sonya. Padahalkan awalnya nafsu itu nggak ada kaitannya dengan ideologi, so, ekonomi, politik, budaya dan hankam segala deh (inget pelajaran SMP).
Nah lebih-lebih bila nafsunya itu ternyata memberi pengalaman kenikmatan yang tiada tara yang tidak didapatkan dari pasangan resminya. Wah tambah ketagihan deh. Lha yang awalnya diperkosa aja ada yang akhirnya bisa menikmati, apalagi bagi yang didasari sama-sama butuh. Para pelaku yang sudah pengalaman merasakan nikmatnya bersenggama pasti pusing deh kalau lama nggak digauli lawan jenisnya.
Emang sumpah nggak kepikir di benakku kalau aku orang yang jelek dan kampungan ini ternyata kebagian juga mendapat anugerah dalam bentuk wanita cantik. Yaitu bisa menikmati seluruh lekuk tubuh dan khususnya memiaw sang eks primadona yang wangi itu. Hehehe. Enak gila. Sudah gratis eh malah dihadiahin lagi. Nggak usah maksa. Nggak usah merayu. Nggak usah mikirin kasih makan. Nggak usah rebutan segala. Kebayang dulu ketika beliau masih mahasiswi, wah pasti seru ajang kompetisinya. Kayak AFI kali. Yang ngrebutin pastilah ada anak orang kaya, yang ganteng, yang bonafid, yang playboy, yang aktivis, yang jagoan olah raga, dan seterusnya. Tereliminasi semua bleh. Rugi mereka. Mending jadi sopir kayak aku ini nggak usah modal kuliah segala. Hihihi.
Sebenarnya aku kadang suka melamun (melamun adalah satu-satunya harta kekayaanku) mencari pemahaman mengenai keadaan ini. Siapa yang salah ya? Tuanku yang terlalu sibuk cari duit demi menyenangkan hati nyonya, atau nyonya yang nggak punya kesibukan (emang dari dulu dilarang tuan kerja karena bisnis tuan masih berjalan dengan baik bahkan cenderung meningkat pesat).
Sempet juga aku juga merasa kasihan sama tuanku kalau dia hanya mikirin bisnisnya melulu. Cari duit banyak-banyak maunya demi kebahagiaan istri eh malah istri jarang dinikmati alias banyak dianggurin aja. Tahu deh kalau di luar suka jajan atau nyimpen WIL. Tetapi kalau sampai nyimpen WIL segala apa ya maksimal pemakaiannya. Paling dipakainya pas lagi refreshing, itupun kalau sempet. Bisnismen itu pasti lebih banyak sibuk ke bisnisnya ketimbang ngurusin lain-lainnya. Gitu kali. Tapi yang penting prinsipku: urusan atas adalah kewajiban tuanku (mulut yang dikasih makan), urusan bawah (vegy yang dikasih semprotan) adalah jatahku.
Adilkan? Menurut kaca mataku sih orang-orang sibuk kayak tuanku itu mending memperistri babu. Kalau capek pasti dengan suka rela mau mijitin. Nggak banyak protes. Siap mendengar keluh kesah setiap saat tanpa berani menyela. Menurutku lhoo. Nah yang cantik-cantik kayak nyonya dan mudah kesepian itu jodohnya ya laki-laki yang punya banyak waktu luang untuk memperhatikan dan siap sedia setiap saat kalau dibutuhkan. Misalnya sopir kayak aku ini. Huahahaha. Tapi masuk akalkan? Gimana nggak masuk akal.
Orang seelite tuan pasti sudah biasa ketemu wanita kelas tinggi yang cantik-cantik. Karena sudah biasa maka ya jadi biasa. Lha orang kayak aku ini kan selalu melotot dan melongo melihat wanita-wanita sekelas nyonya. Pasti bawaannya kagum dan kagum melulu. Melamun sepanjang hari gimana bisa ngent*t dengan wanita-wanita kelas ini. Sama halnya dengan nyonya, bergaul sama laki-laki berkelas pasti sudah biasalah. Yang jarang adalah bergaul dengan laki-laki kasar.
Pasti menimbulkan khayalan erotis untuk bersenggama dengan para lelaki kasar, yang berotot, ngomong sembarangan, berpeluh kalau bekerja, hidupnya cuma untuk hari ini, dan bla-bla. Pastilah menimbulkan empati campur sensasi begitu. Hahaha.
Nah gara-gara sering diminta melayani nyonyaku yang hobi kesepian itu aku dimanjain dengan hadiah-hadiah mahal. Kadang-kadang sih. Misal dibeliin baju, sepatu, minyak wangi dan sebagainya yang bermerk. Sekarang aku kenal baju merk Arrow, kata orang sih harganya ratusan ribu. Tapi aku nggak berani pakai kalau lagi ada tuan, nanti ditanya kok bisa beli baju mahal. Masak mau nggak makan setengah bulan demi beli baju semahal itu. Kan bisa ketahuan, kasihan nyonya. Aku sih paling dipecat. Lha kalau nyonya dicerai? Apa ya mau ikut aku jadi istri keduaku. Pasti enggak mau. Memang lucu juga ya. Urusan perut sama bawah perut bisa demikian jauhnya. Tapi nggak apa-apa. Mendingan begini.
Jauh lebih menguntungkan bagiku. Dikasih tapi nggak dituntut. Kayak bintang sinetron yang dituduh memperkosa seorang cewek, disebarluaskan di media massa. Coba kalau yang memperkosa cuma tukang ojek, preman, kuli, atau sopir nggak bakalan diberita-beritain besar-besaran sama korban. Nggak usah dituntut kawin cukup laporin polisi aja (atau malah dipetieskan aja kasusnya). Lha, apa malah nggak enak. Kalau mau dipenjara ya nggak masalah. Nggak punya apa-apa ini kecuali kolor. Dibiarkan bebas ya lebih asyik bisa cari yang lebih ranum lagi. Enak juga sebenarnya yah kaum ‘nothing to lose’ alias kaum yang cuma bermodal nafas ini. Hehe.
Tiba-tiba lamunanku dibubarkan secara sepihak oleh nyonya.
“Rusmiin.. Hayo sore-sore gini sudah bejo (bengong jorok) ya. Kebeneran, sini masuk kamar, Dear”
Tugas sampingan sudah memanggil-manggil. Syeddaapp. Kebetulan kami dua hari ini lagi nginep di villa keluarga di daerah puncak. Tuan seperti biasa lagi urusan ke luar kota. Anak-anak nyonya pada mau ujian jadi mereka harus belajar di rumah. Ibunya beralasan mau menengok villa-nya dan kebun buah-buahannya. Berdua saja kami ini. Makanya nyonya berani teriak-teriak semaunya ketika mau ngajak ML. Kulihat nyonya sudah pakai daster tipis putih dan sedang duduk di pinggir ranjang. Kaki kanan diangkat di bibir ranjang sementara yang kiri menyentuh lantai. Waduh seksi sekali Yayangku ini.
“Wah sudah nggak sabaran yah Yang?”
“Iya tahu, mau cepetan dirudal ama penismu yang nggak kira-kira gedenya itu. Ayyoo cepetan sinnii. Jangan sok maless gitu aah..”
Aku emang kadang suka menggodanya dengan berlagak malas melayaninya. Kalau udah gitu kemanjaan nyonya suka muncul.
“Iya deh, mau apa dulu nih Say?”
“Jilatin seluruh tubuhku tanpa tersisa. Ini perintah..!”
Lalu dasternya telah merosot ke bawah secara kilat. Seperti biasa kalau sudah siap tempur nyonyaku nggak pakai CD dan Bra. Sudah polos total. Dia tengkurap. Aku mendekat. Kumulai jilatan dari ujung jari kaki.
“Ehm”
Belum apa-apa. Pelan-pelan sekali kujilat dan kuhisap jari-jarinya satu per satu. Telapak kakinya. Betisnya yang berbulu agak jarang dan panjang-panjang. Bikin naik darah.
“Emh..” Mulai ada reaksi. Pindah ke kaki satunya.
“Emh..” Lagi ketika tiba di betis.
Kuteruskan ke arah paha belakang. Permainan semacam ini memang perlu kesabaran tersendiri. Di samping itu juga membantuku untuk tidak cepat naik selain membantunya untuk mulai warming up duluan. Oh ya perlu kuberitahu, sejak aku didayagunakan begini jadi rajin minum jamu kuat kalau enggak wah bisa remuklah aku. Kuat banget dan tahan lama sih nyonya mainnya.
“Ahh.. Hemhh..”
Begitu bunyi mulutnya ketika lidahku mulai mengusap pangkal pantatnya (Mau enggak ya tuan disuruh begini ama nyonya? Mungkin inilah kelebihanku mau apa aja. Biarin, gratis dan ueennakk ini. Hehehe.) Kubikin lama dalam melulurin area x, kubikinnya libidonya memuncak lebih cepat. Kupercepat sapuanku. Kuselingi dengan sodokan-sodokan memasuki celahnya.
“Aauuhh.. Auuhh.. Auuhh.. Ruuss..”
Mulai kepanasan dia. Basah. Kuremas-kuremas pantatnya yang montok putih mulus. Lalu kujulurkan tangan kananku menuju punggung. Kuusap sejenak terus menukik melesak ke bawah, teteknyalah sekarang sasaran sentuhanku.
“Buussyyeet.. Ruuss.. Pentil.. Ooh.. Ya.. Yaa.. Pentilku diusap.. Ussaaph.. Ahh “
Aku merambat naik dan kukangkangi dengan sedikit merapat. Tidak kontak ketat. Gesekan-gesekan burungku yang masih dalam sangkar celana sengaja kuarahkan ke pantatnya. Kujilati pinggang, punggung, pundak, leher, belakang telinga.
Dan, “aahh balikk..” Nyonya membalikkan badannya.
Sebenarnya aku sudah enggak tahan mengulum bibirnya. Penisku sudah demikian kencangnya. Tapi ya sabar dah. Belum ada perintah selain menjilat sih. Kumulai menjilati leher depan, turun ke ketiak yang licin, ke lengan, telapak tangan, jari, ke dada. Di sekitar itu aku berlama-lama. Kuputari gunung kembarnya bergantian. Kiri-kanan. Kiri-kanan. Diselingi mengisep pentilnya.
“Auh.. Auh.. Auhh.. Ah.. Ahh”, tangannya mulai menjambak rambutku dan kadang ditekan-tekannya kepalaku agar teteknya mendapat kenikmatan paripurna. Sesek napas juga sih kalau kelamaan. Kucek selangkangannya. Woow, tambah basah. Kupegang tangan satunya lalu kuarahkan untuk mulai mengusapi dan memencet rudalku. Menurut dia.
“Kulum, Dear” Dengan menjatuhkan berat badanku sementara kakinya sudah mulai mengangkang, tangan kiriku keselipkan dibawah punggungnya, tangan kananku memegang tetek kanannya, maka kuserbu bibirnya tanpa ampun. Saling memilin lidah kami. Saling tumpah ludah kami. Sambil kusodok-kusodokkan burungku yang masih tersimpan dalam sangkarnya tepat di area tempiknya (memiawnya). Gemes aku ingin memasukkan. Tapi ada kenikmatan juga ketika menyodok namun terhambat.
Meskipun agak sakit juga. Sensasi begini kadang lebih mengasyikkan ketimbang main masuk langsung. Terus kukulum, kuhisap, kujilat, ambil napas, lalu serbu lagi. Seperempat jam kami beradu mulut dan bibir. Setelah mengambil nafas sebentar kukulum hidung bangirnya. Kujilati. Aku hobi juga mengulum dan menjilati hidung-hidung yang mancung begini. Kadang kumasukkan (tentu saja tidak masuk, bego) lidahku ke lobang-lobangnya. Kakinya yang kanan mulai membelit, menumpangi kaki kiriku.
“Lepass baaju dann celanamuu..”
Kulepaskan ikatan ragawi kami. Turun dari ranjang untuk menelanjangi diriku. Polos. Kunaiki ranjang lagi. Kutempelkan penisku mengarah ke bawah memiawnya sehingga dalam posisi masih bebas di luar liangnya. Kutindih lagi. Kunikmati setiap inchi tubuh halus mulusnya melalui kontak tubuh kami yang penuh. Kalau bisa tidak ada yang lolos. Kulanjutkan dengan adu ciuman. Kujilati dagunya, pipinya, kukulum kupingnya. Mendongak-dongak dia. Desahnya semakin kacau. Jepitan kakinya sudah dua sekarang. Tiba-tiba tangannya merogoh burungku. Ditekan-tekannya ke arah bibir liang.
Lalu, “slep..” Masuklah burungku. Kubiarkan berdiam diri dulu. Aku masih menikmati kontak total begini sambil menggeliat-geliat. Kuingin menikmati tekanan tetek-teteknya di dadaku lebih lama. Kuingin menikmati gesekan-gesekan antar paha, gesekan-gesekan antar perut, gesekan-gesekan antar kulit. Kupejamkan mataku agar indera sentuhku bekerja dengan sempurna dalam memberikan sarafku kenikmatan sebuah persetubuhan.
“Sooddook..” Tanpa rela kumelepaskan belitanku mulai kupompa memiawnya dengan melengkung-lengkunkan pinggulku. Tangan kiriku menyusup di bawah punggungnya menggapai pinggir luar tetek kanannya, tangan kananku menyusup ke bawah menjangkau ujung memiaw belahan belakang.
Kujawil-jawil. Kaki-kakinya merangkul kaki-kakiku semakin erat. Digoyang naik turun pantatnya seirama dengan maju mundurnya sodokanku. Nafas-nafas kami dalam dan berat dalam mendukung kerja persetubuhan. Erangan-erangannya meningkahi sodokanku yang kubikin dalam-dalam. Sedalam mungkin. Suara kecipak cairan memiawnya mengiringi maju mundurnya penisku yang memenuhi liang memiawnya. Penuh. Diameter rudalku tak menyisakan sela. Padat dan kesat. Itulah mengapa nyonyaku jadi keranjingan.
“Cepetin.. Cepetin.. Nyoddookknyaa.. Aah.. Ahh..”
Aku terus menghujaminya bagaikan antan penumbuk padi yang terus bertalu-talu berirama konstan. Kuingin melesak lebih dalam lagi. Lebih jauh lagi. Urat-urat rudalku pasti sebesar-besar kabel listrik kalau bisa dilihat.
“Edaann.. Teruss.. Banggsaatt.. Jembbuut.. Konttoll.. Aahh.. Aahh.. Aahh.. Ayoo.. Genjott.. Teruss.. Teruss “
Kejorokan nyonyaku sudah tidak asing lagi di telingaku ketika persenggamaan sedang mendaki puncak. Akan menambah daya hentak dan meluapkan sensasi-sensasi paling primitif sang nafsu yang dimiliki makhluk hidup. Dengan cepat dan kasar kubalikkan tubuhnya tengkurap lalu buru-buru kusodokkan lagi rudalku ke memiawnya melalui belakang. Kubelit lagi dirinya. Kususupkan kembali kedua tanganku menjangkau tetek-teteknya secara menyilang. Kuremas-kuremas dengan kasar. Kususupkan kepalaku di samping lehernya. Kuendus dan kuhisap leher jenjangnya yang wanginya telah pudar karena leleran keringat.
“Plak.. Plok.. Plak.. Plok..” bunyi pantatnya beradu dengan selangkanganku. Kurangsak. Klitorisnya lebih mudah kugasaki dari belakang. Kupercepat tonjokan-tonjokan ke klitorisnya. Semakin menggila dia.
“Bajingann.. Sopirr.. Dassarr.. Teruss.. Yah.. Yah.. *******.. Kamuu.. Adduh.. Ennakk.. Uahh.. Uahh.. Auhh.. Ahh.. Eaarghh.. Mmpphh.. Ooh..”
Semakin cepat kedut-kedutan memiawnya memijiti rudalku. Dan, “aahh.. Hh.. Aku keluaarhh.. Russ.”
Mengejang dia dan terangkat pantatnya kuat-kuat. Namun masih saja kugasaki sampai beberapa detik akhirnya menyemburlah pancaran magma dari rudalku.
“Jrrott.. Jroott.. Crrott ” Liangnya kupenuhi dengan semburan-semburan maniku. Lemas. Masih kutumpangi dia. Tersengal-sengal nafas kami. Kugesek-kegesekin hidungku ke lehernya.
****
Awal bagaimana akhirnya kami memadu asmara begini yaitu ketika setelah mengantar anak-anaknya sekolah. Ketika berangkat mengantar anak-anaknya sekolah nyonya duduk sama yang kecil di belakang. Yang gede di depan di sampingku. Mereka kelas 5 dan kelas 2. Cewek semua. Pada jalan pulang nyonya duduk di depan. Dia memintaku untuk tidak langsung pulang. Dimintanya aku masuk tol dalam kota. Kami berputar-putar beberapa kali.
Rupanya sudah agak lama dia sebenarnya ingin curhat. Berhubung nyonyaku membatasi pergaulannya sejak menikah demi suaminya, maka pergaulannya jadi amat terbatas. Sebatas keluarga dan para pembantu-pembantunya, termasuk aku sebagai sopirnya. Sehingga ketika nggak tahan untuk bercurhat maka akulah yang tersedia untuk menjadi sasaran tumpahan emosinya. Lebih mudah dan lebih terjaga kerahasiaannya karena dilakukan di luar rumah, sambil keliling-keliling seperti sekarang ini. Rupanya jatah dari tuan baik dalam bentuk perhatian maupun keintiman dirasanya kurang. Nyonya memaklumi kesibukan tuan, namun sebagai wanita yang masih kuat kebutuhan emosi dan biologisnya menuntut jatah yang normal ketimbang cuma sebulan sekali atau paling banter 2 kali. Tidak terus terang sih ngomongnya, tapi diserempetin.
“Kamu sama isterimu berapa kali dalam sebulan berkasih-kasihan, Rus?”
“Seminggu sekali atau ya bisa dua tiga kali, Nya.”
“Wah bahagia sekali dong isterimu ya.”
“Ya namanya kewajiban suami untuk membahagiakan isteri mau gimana lagi.”
Lalu diam seperti melamun. Waktu aku mau oper gigi persneling rupanya tanpa sengaja tanganku menyinggung pahanya. Baru kusadari rupanya nyonya duduknya agak mepet ke tongkat persneling. Aku minta maaf. Nyonya diam saja. Seerr juga aku sebenarnya. Tapi aku mana berani memikirkan kejadian barusan. Entah ini sudah putaran yang ke berapa tapi nyonya masih minta diputerin lagi. Kalau ada yang tahu berapa kali kami muterin Jakarta pasti mikir ini orang mau jalan-jalan tapi maunya irit ya. Sekali bayar tol tapi puas muter-muter. Ketika mau pindah gigi lagi aku sebenarnya sudah agak sungkan-sungkan tapi harus kulakukan karena aku sudah mengurangi kecepatan.
Semoga sudah geser duduknya. Eh lhadalah, kesenggol lagi. Busyet ini nyonya kayak nggak peduli atau sengaja. Sempet kurasakan tadi kalau yang kesenggol bukan kain, lebih halus dari itu, pura-pura nengok spion sebelah kiri maka dengan sudut mataku kucoba cari info apa yang sebenarnya kusenggol tadi apakah benar kulit manusia. Nyonyaku ikut nengok melihat spion kiri. Kesempatan dalam waktu sedetik kulihat ke lokasi persenggolan tadi.
Benar. Deg. Ternyata pahanya yang kesenggol tadi. Wah rok nyonya kok telah tersingkap. Sadar nggak ya dia. Kubiarkan. Ternyata rok yang dipakai ada belahan tinggi di sisi kanan, dan kini belahannya ternyata telah menyibakkannya diri sedemikian rupa sampai.. Pangkalnya. Deg. Deg. Wah. Eh secepat kilat nyonya membalikkan kepalanya ke arahku dan ada senyum tipis. Matanya menatapku tanpa sepatah katapun. Terus kembali lurus menatap jalan di depan.
“Nggak apa-apa kok” Modar kowe. Meriang panas dingin sekarang hawa tubuh yang kurasakan. Sebagai lelaki bangkitlah keberanianku mencandainya.
“Nggak apa-apa gimana, Nya?”
“Nyenggol-nyenggolnya tadi itu.”
“Maaf gak sengaja, Nya.”
“Sengaja juga nggak apa-apa.”
“Ah nyonya, mana berani.”
“Lho, inikan dikasih ijin. O enggak mau ya sama aku? Ya sudah kalo gitu”
“Wadduh Nya, mana ada lelaki yang sebodoh itu. Nyonya itu cantik banget. Saya minder di dekat nyonya, sungguh.”
“Ah masak sih.”
Tiba-tiba tangan kiriku diraihnya dan disentuhkan ke pahanya. Yang kesenggol tadi, ingat? Ehhm, kutatapnya dia. Saya balasannya. Mulai berani kugerakkan tangan kiriku yang beruntung itu, lebih menyerupai mengelus. Nyonyaku mulai bersandar. Agak dimajukan duduknya sehingga pahanya semakin mudah kujangkau. Coba kutelusuri menuju pangkal. Merem dia. Agak ke dalam lagi. Lalu sampai pangkal.
“Ah.” Lenguhan pendeknya keluar. Kuusap-usapnya pangkal pahanya, tempat sang memiaw bersemayam. Mendesah dia. Tiba-tiba tangan kanannya menerobos ke pangkalanku juga.
“Oh, gede punyamu, Min.”
“Bagilah dirimu denganku selain istrimu, maukan Rus?”
Aku diam. Semua ini terjadi mendadak. Lalu aku nafsu dan mengangguk. Dan kami terus saling mengusap sampai bocor bersama. Sebenarnya sejak kejadian itu dia menyatakan menyesal karena telah berbuat sejauh itu yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dia berjanji untuk tidak mengulanginya karena akan menyakiti hati suaminya dan isteriku kalau ketahuan nanti. Aku setuju. Tapi waktu jua yang akhirnya mengalahkan kami sesuai kodrat alam yang minta dipenuhi.
Akhirnya kami mengulanginya dan mengulanginya lagi sampai akhirnya benar-benar alat vital kami beradu. Pernah aku sarankan untuk mencari gigolo-gigolo saja yang tampan dan keren daripada aku yang hanya bagian dari kumpulan manusia kasar, jelek dan rendah. Dia hanya menggeleng. Mungkin dia ingin kerahasiaannya lebih terjaga kalau berhubungan dengan satu orang saja. Orang terdekatnya. Apakah demi status sonya atau martabatnya atau nama baiknya. Entahlah. Atau takut menjurus ke arah kecanduan, cenderung ingin mencoba-coba berbagai jenis pria. Entahlah. Atau memang sudah tercukupi kebutuhannya.
Entahlah. Atau memang bagian dari fantasinya, mencoba ekstrimitas, menikmati dunia-dunia kasar. Entahlah juga. Kalau aku jelas, sulit menghindari daya pikat wanita dari kelas yang jauh di atasku dan memiliki kecantikan yang bagaikan putri dari langit. Lalu kapan lagi. Hehe…

cerita dewasa kali ini menceritakan suatu kisah lelaki yang menikmati masa dudanya Setelah dua tahun bercerai dengan istrinya. Dalam usia ku di awal 30-an aku tidak lagi direpotkan oleh pekerjaan. aku memilih tinggal di daerah sepi di Bali. rumah ku tak jauh dari pantai yang berpasir putih. Daerah ini karena sepi dan jauh dari pemukiman penduduk, sering dimanfaatkan oleh wisatawan asing untuk bernudis ria. Kelompok mereka memang tidak banyak, yah sekitar 10 sampai 15 orang saja bersendau gurau sambil telanjang. Kadang kala aku memergoki mereka sedang berhubungan di pasir di semak-semak agak jauh dari pantai. Aku memang menyukai laut dari pada pegunungan yang dingin dan kerap hujan. Udara di pantai rasanya lebih segar dan deburan ombak di pantai menjadi selingan suara yang menenangkan hati. Untuk menjaga kesehatan, aku rutin melakukan joging 3 kali seminggu di sepanjang pantai. Daerah ini memang sepi sekali, tetapi aku merasa tentram dan aman. Jadi meski aku joging sendirian di sepanjang pantai, tidak pernah muncul perasaan khawatir akan gangguan.
Kadang-kadang aku mendapati hiburan menyaksikan sekelompok bule sedang bertelanjang mandi di pantai. Kami sering juga terlibat mengobrol. Mereak tampak santai aja meski dalam keadaan telanjang ngobrol dengan aku yang masih menggunakan celana renang dan kaus oblong. Suatu hari di bulan agustus, aku bagun lebih pagi dari biasanya, karena memang tidak bisa tidur lagi. Kuptuskan bersepeda ke pantai sambil tak lupa membawa celana renang. Aku sepagi itu melakukan aktifitas joging di sepanjang pantai. Matahari belum tampak muncul dari ufuk timur, air laut masih terasa sejuk dan di pantai belum tampak seorang pun. Ketika aku sedang berlari seperti biasa, kudengar ada orang juga berlari dari belakang. Kutoleh ke belakang, ternyata seorang wanita bule berlari dengan lebih cepat dariku dan dia total bugil. Ini tentu saja mengejutkan ku sehingga aku tidak bisa mengabaikan pemandangan itu.Ketika dia mendekat dia malah berkata, ” maaf saya telah membuak kamu canggung.” “emang iya sih,” kataku jujur sambil memperhatikan bentuk tubuh yang indah dengan kulit berwarna agak gelap. Badannya sangat terawat dan terlihat dia rajin berolah raga. Ini terpancar dari otot-ototnya yang kencang, juga payudaranya yang padat, perut rata. Dia tersenyum dan wajahnya cukup manis. Dia kelihatannya sebaya dengan saya atau sedikit lebih muda. Dia kelihatan agak mengernyit melihat saya yang berpakaian. Tidak ada kesan dia malu atas ketelanjangannya, bahkan dari matanya terlihat dia cukup bersahabat. “Yuk gabung berolahraga bersamaku,dari pada kamu terus-terusan memperhatikan aku” kata wanita itu. Aku jadi malu dan mungkin saja waktu itu mukaku memerah karena ketanggor menikmati tubuh telanjang. “Sorry, biasanya aku tidak bertemu dengan cewek telanjang di sini,” jawabku sambil berusaha memulihkan rasa canggungku. “Ah aku biasa dipandangi seperti itu dari cowok bahkan cewek. Sudah bertahun-tahun aku melakukan joging sambil bugil.” Kamu akan merasakan kenikmatan berjoging yang lebih dari biasanya jika kita melakukannya bersamaan. Akhirnya aku menerima tawarannya untuk joging bareng dia. Terus terang aku kagum pada badannya yang sangat terpelihara dan kebugarannya yang prima. Aku bahkan harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menyamai kecepatan larinya. Tidak terasa kami semakin jauh dari tempatku start tadi. Keadaan pantai sangat sepi karena di daerah ini memang tidak berpenduduk dan tidak digunakan untuk rekreasi. Kami berkeringat dan terengah-engah. Setelah sekitar sejam aku minta dia untuk berhenti dulu. ” Ini adalah joging ku yang terjauh, ” kata ku. “Aku pun bertahun-tahun baru bisa mencapai jarak sejauh ini, oke mari kita berjalan untuk menurunkan denyut jantung, baru setelah itu kita berenang,” katanya. “Baiklah,” kataku. Kami lalu berjalan. Aku mengagumi kekuatan cewek ini. Biasanya jika aku melihat cewek maka akan berkembang fantasiku dan ini membuat bagianku mengeras di bawah sana. Namun cewek ini lain, meskipun bagian bawahku juga agak mengeras. Tapi aku putuskan untuk tidak mengajaknya melakukan hubungan. Aku lebih senang jika kami menikmati saja apa adanya nanti, tanpa ada usaha ku membujuknya untuk melakukan hubungan. “Tidak ada siapa pun disini kecuali kita,” katanya yang kemudian membubarkan lamunanku. “Lebih baik kamu buka celana renangmu lalu kita berenang sehingga ketika kamu kembali kamu tetap punya celana yang kering. Lagi pula kamu bisa menggosok daki di bagian lipatan paha sebelah dalam tanpa terhalang celana.” katanya sambil memandangku serius. Dengan santainya dia lalu menurunkan celana renangku sambil berkata, kenapa sih nudis dianggap sebagai masalah besar. Ia kemudian dengan santai jalan ke laut. Aku merasa malu tapi sekaligus senang. Inilah kesempatanku merasakan pengalaman nudis dipantai bersama cewek yang cukup memikat. Aku tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku lalu melepas celanaku dan secepatnya lari ke air. Ia lalu tersenyum. “Aku senang, karena biasanya agak susah bagiku memulai nudis apalagi ditengah-tengah orang yang tak kukenal. Ngomong-ngomong sejauh ini kita telah lari dan berenang telanjang tapi nggak tahu namamu, namaku Dani. “Aku Lysa, maaf kalau aku membuat kamu malu, seharusnya aku memang harus lebih hati-hati. Nudis sebenarnya adalah hal yang alami, dan saya tidak punya pikiran lain dari ketelanjangan,” katanya. Kami lalu mencebur ke dalam air.
Pada mulanya aku merasa aneh karena alat vitalku bergerak bebas di dalam air tanpa kekangan. Rasanya memang nyaman dan agak geli juga ketika aliran air menyapu bagian vitalku. Lysa memang benar. Rasa alami ketika telanjang. Aku memperhatikan Lysa yang berenang dengan gaya telentang. Setiap kali dia mengangkat tangannya dan kepalanya terlelap air, tetek besarnya bergerak mengikuti gerakan tangannya. Aku jadi terpesona dengan pemandangan ini. Dia jadi kelihatan tambah sexy. Gundukan kemaluannya yang tertutup rambut pirang kadang kala tersibak dan muncul dua bibir kemaluannya yang tebal menyeruak. Kemaluannya muncul tenggelam di air. Kemaluanku jadi berkembang makin besar. Aura sexy Lysa makin memancar dan menimbulkan rangsangan pada kemaluanku. “Saya senang caramu memandangku, kata Lysa. ” Kamu membuat saya jadi bergairah,” kata ku. ” Saya tidak tahu sejauh apa rangsangan yang kamu rasakan, tetapi pandanganmu membuat wanita menjadi bangga, sekarang mari kita meregang otot-otot di pantai.” kata Lysa. Saya ikuti dia mentas dari air. Bentuk badan Lysa memang pantas dikagumi, tidak kerempeng seperti gadis 16 tahunan. Kulitnya memang tidak selembut gadis remaja, tetapi bokongnya terlihat padat. Langkahnya menunjukkan kedewasaan Lysa. Pantatnya bergetar seirama dengan langkahnya dan rasanya Lysa tidak berlaku dibuat-buat. Setelah sesi peregangan. Lysa berdiri dihadapanku sambil memperhatikan diriku dari ujung rambut sampai ujung kaki. “kapan kamu terakhir mengolah gerak alat vitalmu, tanya Lysa sambil memperhatikan pinggangku. “Apaan, saya belum tahu ada latihan gerak khusus untuk alat vital,” tanya ku agak ragu. “Kebanyakan orang, baik pria maupun wanita dalam berolahraga melalaikan latihan pada organ seks mereka. Mungkin karena rasa malu karena ini berkaitan dengan seks. Seperti halnya berolahraga yang melatih otot-otot anggota tubuh untuk berfungsi lebih baik, kamu juga harus melatih gerak organ sex mu agar bisa berfungsi baik. Saya rasa kita bisa berpatner dalam melakukannya, kamu mau kan,” tanya Lysa. ” Aku jadi antusias tapi jujur aja juga rada malu, dan tawaran seperti itu tentu tidak bisa ditolak, apalagi wanita sexy yang menawarkannya. Meski aku senang dan iangin melakukannya, tapi tidak tahu bagaimana adik kecilku apakah dia akan bereaksi secara yang diinginkan’ kata ku. Lysa lalu mengajakku ke tempat yang agak terlindung. “Adik kecilmu akan mendapat mahkota Raja Pantai. Setelah beberapa sesi latihan adik kecilmu akan menjadi lebih digdaya katanya sambil memperhatikan adik kecilku dan dia tertawa geli melihatku bengong. Aku jadi ikutan tertawa ditengah rasa tak menentu yang diliputi juga rasa malu. “Sekarang tidur telentang, tangan disamping badan dan bernafaslah yang dalam dari perutmu. Ketika menarik nafas kencangkan otot adikmu dan longgarkan saat menghembus nafas. Cobalah dengan ritme nafas yang natural, dan kamu akan merasa hangat menjalar ke seluruh tubuhmu dan selangkangmu juga tentunya. Saya akan melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan. Pada tahap ini abaikan keberadaan ku, dan kosentrasi kepada ritme pernafasanmu. Aku ikuti semua arahan Lysa. Pada mulanya aku mengejan alat vitalku dengan mengeraskan otot-ototnya dan agak sukar juga seirama yang natural. Kesukarannya adalah mensinkronkan nafas dengan tekanan mengejan. Namun perlahan-lahan aku mulai bisa menguasai ritmenya. Aku mulai dijalari rasa hangat di sekujur tubuhku ketika aku menarik nafas. Ini menjadikan perasaanku semakin kuat dan alat vitalku juga semakin keras. Beberapa saat kemudian dia menghentikan ku. “Sekarang mari kita berlatih bersama mensinkronkan pernafasan kita. Ini akan membantu kita mencapai energi yang lebih besar dan akan menyenangkan bagi kita. Duduklah dan lebarkan kedua kakimu dan lemaskan dengkulmu senyaman mungkin, aku akan duduk diatas pangkuanmu. Kita akan melakukan latihan bersama, Sekarang ketika kamu menghembuskan nafas dan mengendurkan otot, aku akan menarik nafas dan mengencangkan otot-ototku. Dengan cara ini energi kita akan melingkupi kita secara berkesinambungan. Sekarang kembalilah konsentrasi pada nafas dan peregangan otot-ototmu, lalu rasakan apa yang kamu dapatkan. Jika kamu serius, saya jamin ini akan lebih memudahkan konsentrasimu dan aku,” kata Lysa. Pagi ini aku benar benar tidak lagi mampu mengontrol diriku sendiri. Lysa membawaku kepada keadaan yang belum pernah aku bayangkan, dan aku tunduk pada instruksiknya tanpa ragu. Biasanya akulah yang mengendalikan kemauanku, terutama dalam hal sex.
Alangkah indahnya kali ini, ketika aku tidak menjadi pihak yang dominan. Suasana ini begitu nyaman dan sangat alami. Aku duduk di pasir dan seperti yang diinstruksikan Lysa aku memangkunya berhadapan. Kakinya dilingkarkan ke badanku dan aku menduduki ujung kakinya. Tangan Lysa memeluk bahuku, tubuh kami merapat. Adik kecilku berada tepat di mulut kelamin Lysa. Setelah melakukan beberapa kali dengan beberapa kekeliruan juga akhirnya aku bisa mengatur ritme peregangan dengan irama pernafasanku dan irma Lysa. Susah juga berkonsentrasi olah nafas sementara vitalku menyundul-nyundul bibir vagina Lysa. Kami menyamankan diri kami dan berkonsentrasi pada pernafasan serta meregangkan otot vital kami. Aku merasakan peregangan otot vital Lysa pada bagian vitalku setiap kali dia menarik nafas. Irama pernafasan kami makin cepat dan rasa hangat menjalar ke tubuh kami secara lebih menonjol. Kulit kami jadi makin hangat dan mulai berkeringat. Alat vitalku menjadi makin keras mendorong ke dalam kemaluan Lysa dan kemaluan nya serasa makin menelan adik kecilku. Irama kami semakin sinkron dan Lysa mulai mengeluarkan suara ketika menghembuskan nafas dan matanya memberi signal agar aku mengikuti apa yang dilakukannya. Aku ikut bersuara ketika menghembuskan nafasku dan terasa getaran di dalam pinggangku. Sementara itu vitalku sudah menyatu dengan vagina Lysa. Aku merasa vitalku berada sangat dalam di Lysa. Ujung vitalku serasa mentok di vaginanya saking dalamnya dia terbenam di dalam vagina Lysa. Aku tidak melakukan apa pun kecuali kosentrasi dengan pernafasan bagitu juga tampaknya Lysa. Tubuh kami bersatu, bibir bertemu bibir dan puting susunya yang mengeras menyapu dadaku Setiap kali dia menghirup nafas otot vaginanya meremas vitalku. Saya merasa vitalku dan energiku seperti tersalur ke dalam diri Lysa, demikian juga sebaliknya. Kami konsentrasi menikmati pelatihan ini. Aku merasa semakin nyaman dan sangat menggairahkan. Alat vitalku berkedut seperti orrgasme kecil. Aku heran, orgasmeku tidak sampai aku ejakulasi. Aku berusaha santai dan Lysa menerima getaran orgasme ku dan vaginanya menyambutnya dengan relax. Dalam waktu singkat aktivitas kami semakin menggairahkan dan makin tinggi.
Tubuh Lysa mengejang dia memasuki fase orgasme. Suatu penmandangan yang menggairahkan melihat reaksi orgasme Lysa

Nama sebut saja namaku Andi. Umurku 21 tahun dan masih kuliah. Kakak sepupuku
berumur 23 tahun dan baru wisuda.Aku memanggilnya Mbak Lulu.Kakak sepupuku
memang cantik,tubuhnya putih mulus,dadanya gede dan pantatnya yang montok.
Tingginya 171cm dan berat 54kg. Sangat seksi sekali,sehingga banyak cowok yang
naksir termasuk aku sendiri. Aku punya kebiasaan onani setiap hari,bahkan bisa
lebih lima kali sehari. Dan sering hayalanku tertuju pada Mbak Lulu. Aku sering
pura-pura kekamarnya dengan maksud mengintipnya.
Suatu siang, aku melihatnya sedang berbaring di ruang tamu dengan hanya memakai
rok pendek dan baju ketat. Kuperhatikan ternyata dia tidur. Mataku tertuju pada
pahanya yang mulus. Nafsuku langsung naik,sambil menelan ludah aku berjongkok
mendekatinya dan meraba paha mulusnya.Kuangkat roknya keatas dan kulihat cdnya
yang menutupi seonggok daging tebal. Nafsuku makin menjadi-jadi.Kuturunkan cdnya
pelan-pelan sampai paha,kuraba vaginanya yang tebal ku remas dengan pelan karena
takut Mbak Lulu bangun. nafas ku mskin cepat menahan nafsu yang semakin naik.
vagina Mbak Lulu terasa hangat dan lembab.
Aku terus menggosokan jari ku pada belahan vagina Mbak Lulu yang makin agak
lembab. Namun dengan semua yang kulakukan pada vanigina Mbak Lulu, Mbak Lulu
masih tetap saja tidur terpejam. Aku penasaran dan akhirnya aku mulai berani
menjilatinya. Anehnya Mbak Lulu tetap tertidur.Kujilati vaginanya sampai basah
dan kugesekkan penisku diantara paha mulusnya, akh nikmatnya saat kepala penis
ku bersentuhan dengan paha mulus Mbak Lulu, geli... sampai menyemburkan sperma
yang mengenai cdnya. Lalu kubersihkan dan kupasangkan lagi cdnya pelan-pelan.
Dikamar aku terus terbayang,karena ini pengalaman pertamaku dan akan kulakukan
lagi.
Malamnya pukul 1 dini hari,aku masuk kekamar Mbak Lulu dan ingin mengulangi
pengalaman siang tadi.Kulihat dia tidur menggunakan kimono.Kudekati dan kubuka
pelan-pelan tali kimononya.Wow...ternyata Mbak Lulu bugil tanpa benang sehelai
pun,hanya terbalut kimono.Kubuka kimononya dan terlihat payudaranya yang gede
(kira-kira 36B) dan montok. Kuremas dan kujilati putingnya yang merah. Kudengar
Mbak Lulu mendesah tetapi matanya tetap terpejam.
Kulanjutkan aktifitasku kearah vaginanya. Kujilati daging kecil (klitoris)
diatasnya sampai puas dan kurasakan kepalaku dijepit serta lidahku merasakan
cairan hangat. Kuhentikan jilatanku, sambil kuperhatikan paha Mbak Lulu yang
merapat seperti sedang menahan pipis. Kuperhatikan matanya yang terpejam tetapi
nafasnya cepat. Kubuka lebar selangkanganya dan kugesekkan penisku dibibir
vaginanya.Kuselesaikan dengan semburan sperma diatas perutnya. Sebenarnya aku
pengen merasakan gesekan dan cengkeraman otot vaginanya,tetapi aku takut dia
bangun.Lagi pula dia kakak sepupuku. Kubersihkan bekas spermaku dan kupakaikan
lagi kimononya,lalu aku pergi tidur.
Besoknya aku tidak mencobanya lagi karena aku takut ketauan. Jadi aku cuma onani
sambil berkhayal. Sampai suatu malam,hujan turun sangat lebat sekali. Aku tidak
ada kegiatan, jadi aku berencana nonton bf dikamarku.Lagi asik-asiknya nonton,
tiba-tiba pintu kamarku diketuk.Aku langsung mematikan tv dan membuka pintu.Tapi
tidak ada orang, melainkan secarik kertas.Kuambil dan kututup pintu
kamarku.Disitu tertulis"I KNOW WHAT U DID LAST MONTH", so "DO IT AGAIN". Aku
terkejut membacanya, mungkinkah Mbak Lulu tahu?pikirku. Tapi kenapa dia nyuruh
untuk melakukan lagi. Ah... sudahlah yang penting Mbak Lulu nggak marah dan dia
suka.Dengan semangat campur nafsu (habis nonton bf)aku kekamar Mbak Lulu.
Kulihat matanya terpejam dan tubuhnya tertutup selimut.Kudekati dan kutarik
selimutnya.
Ternyata Mbak Lulu nggak pake baju (bugil). Kujilat pentilnya yang
merah,tiba-iba dia bangun dan memelukku. Aku terkejut dan langsung berdiri.
"kenapa, takut"katanya. "kemarin kok berani, ayo... kemari nikmati tubuh mbak"
katanya lagi. "bener nih"ujarku.Aku langsung membuka bajuku dan langsung
menerkamnya dan melumat bibirnya. Kuremas-remas payudaranya dan kuisap
pentilnya. "ssstttt... terus..... ndi.. ssst.." desahnya.
Lima menit kujamah payudaranya dan aku mulai menuju vagina Mbak Lulu. Aku
menelusuri tubuh Mbak Lulu, kulitnya yg putih mulus dan kencang aku belai mulai
payudara nya, terus ke perut nya yang rata, pusar nya. Aku cium pusarnya dan
terus ke bawah munuju selangkangan mbak luilu. harum aku cium tubuh Mbak Lulu.
Sementara tangan Mbak Lulu mulai membalai penis ku yanmg sudah tegang dari tadi,
akh nikmatnya.... jari tangan Mbak Lulu yang lentik dan lembut menggenggam
penisku yang berdenyut.
tangan ku mulai meremas vagina Mbak Lulu yang makin basah. dengan bulu vagina
yang tidak terlalu lebat tapi tercukur rapih, aku bisa melihat belahan vagina
Mbak Lulu yang indah. Aku remas lembut dan aku belai vagina Mbak Lulu.
"oohhh..... ndi..... akh....." desah Mbak Lulu. Aku dekatkan lagi muka ku dengan
selangkangan Mbak Lulu untuk ketuga kalinya, namun kali ini aku tak takut dan
waswas seperti sebelumnya. makin dekat vagina Mbak Lulu dengan wajah ku hingga
aroma vagina Mbak Lulu yang menarangsang makin terasa. Aku kecup lembut vagina
Mbak Lulu, dan Mbak Lulu langsung mendesah dan mengerang kerika bibir ku
bersentuhan dengan permukaan vagina Mbak Lulu.
"akh.... andi...... nikmat... akh....." eerang Mbak Lulu lagi. Aku yang makin
bennafsu langsung mencium dengan buas vagina Mbak Lulu, Aku jilat dan hisap
vagina nya, aku jilati cairan yang membasahi permukaan vagina Mbak Lulu, aku
terus menjilat vaginanya."Oh.... sssttt.. enak.... terus..... ah.. ah..."
erangnya.Kujilati terus sampai kurasakan vaginanya menyemburkan cairan hangat
dan berdenyut. "ohhhhhh........" terdengar erangan Mbak Lulu tanda dia
orgasme.Aku meremas-remas payudaranya agar nafsunya bangkit lagi.
Kujilati sambil tanganku menggosok vaginanya yang basah. "ayo...masukin
aja"bisiknya.Seperti yang sering kulihat di film,kubuka lebar selangkangannya
dan kutusukkan penisku keliang surganya. Sulit sekali karena masih amat sempit,
aku terus mendorong pelan-pelan dan blessss amblas penisku terbenam dalam
vaginanya. "akh..." erangku panjang.
Sementara tubuh Mbak Lulu sedikit tersentak saat penis ku masuk ke dalam liang
surganya itu. "eemmmpphh.......aaakkhh....." erang Mbak Lulu sambil menggigit
bibirnya tanda Mbak Lulu menikmati tusukan pertama penisku ke dalam vagina Mbak
Lulu. Rasanya penisku seperti dijepit kuat sekali, tapi aku tahu Mbak Lulu sudah
tidak perawan lagi,nggak tahu siapa yang telah merenggut keperawanannya dan
merasakan jepitan vagina Mbak Lulu waktu masih perawan. Kugoyang maju mundur.
Kulihat Mbak Lulu mulai menikmati lagi.Kugoyang makin cepat."Ohhh... ohhh....
nggg..... ayo... lagi..... terus.... owww...." jeritnya.
Dengan satu tangan menopang tubuh ku, sambil menggoyang pantaku naik turun,
tanganku meremas payudara Mbak Lulu yang lembut kenyal namun kencang. tak
hentinya Mbak Lulu mendesah dan mengerang saat sodokan demi sodokan penisku
menembus vagima Mbak Lulu. bunyi kocokan penisku di vagina Mbak Lulu menambah
suara yang ada di ruangan itu. Mbak Lulu memejam kan matanya, tangannya ia
naikan ke atas dan memegangin bantal dan meramasnya. tanda mbak lulu sangat
menikmati pemainan in dengan aku. dengan posisi itu aku dapat melihat tubuh Mbak
Lulu yang indah ramping, seperti sebuah gitar dengan lekuk yang mulus.
payudaranya bergerak dan bergoyang seirama dengan sodokan penisku di laing
ternikmat yang pernah aku rasakan.
Aku tak tahan hanya meremas payudara nya, sambil terus menggoyang pantat ku aku
cium dan lumat lagi payudara Mbak Lulu dan aku gigit kecil putingnya yang
berwarna coklat muda "aw... akh... ndi.... oooohh......." erangnya agak keras.
aku cium bibirnya yng merah. hingga.... "Aku.... mau... keluar.... mbak....
"jeritku. "tahan.... sama-sama..... didalam aja...." katanya lagi.
crottt......... crot..... crooottt..... kusemburkan spermaku didalam rahimnya.
Kurasakan penisku berdenyut-denyut. 'akkkhhhh........ "erangku panjang.Kurasakan
kenikmatannya sampai ubun-ubun.Aku terus menggoyang penisku maju mundur dan kaki
Mbak Lulu mengepit kuat pinggangku. Kurasakan penisku disembur cairan hangat dan
kulihat Mbak Lulu mengejang menahan kenikmatan orgasmenya. "aaaahhhhhh.....
"desahnya puas.
Penisku kubiarkan menancap, menikmati otot vaginanya yang berkontraksi
meremas-remas penisku.Setelah selesai, aku berbaring disamping Mbak Lulu sambil
meremas-remas payudaranya. "makasih mbak, betul-betul nikmat".kataku. "kamu juga
nikmat" katanya sambil tersenyum. Aku pun langsung melumat lagi bibir Mbak Lulu,
kami pun kembali berciuman dengan lembut kali ini layaknya seperti sepasang kekasih.
Malam itu kunikmati lagi tubuh Mbak Lulu, kali ini aku yang berbaring terlentang
dan Mbak Lulu yang memulai nya. dia mencium bibirku semetara tangan ku meremas
kedua payudaranya. penisku yang tadi agak mengecil mulai bangun lagi dan
mengeras. tangan Mbak Lulu kemudian mengocok penis ku, "eemmpppp..... akh.....'
erangku merasakan nikmatnya kocakan tangan Mbak Lulu yang lentik. penisku
kembali tetang dan keras seperti tapi setlah di kocok-kocok oleh tangan Mbak
Lulu. melihat itu Mbak Lulu yang jg seprtinya sudah ga tahan langsund menduduki
selagkangannku hingga penisku tertindih tubuhnya.
Mbak Lulu lalu maju sedikit hingga posisinya dia kira pas, dan dengan di bimbing
tanggannya, penisku di arahka ke liang senggamanya lagi. aku rasakan vagina mbk
lulu masih basah, dang saat tepat kepala penisku berada di bibir vaginnya, Mbak
Lulu mengangkat tubuhnya dan dengan perlahan kembail turun hingga perlahan juga
penisku masuk lagi ke dalam vaginna Mbak Lulu yang hangat, licin dan nikmat itu.
dan karena sudah licin hingga penisku masuk dengan lancar ke dalam vagina Mbak
Lulu hingga blesss masuk seluruh batang penis ku ke dalam vagian bmak lulu, aku
terpejam dan mendesah saat jepitan daging licin dan hangat itu menggesek kembaku
penis ku. Mbak Lulu yang sudah naik nafsunya langsung bergerak naik turun hingga
mengocok penisku. sebenarnya aku kurang merasa kenikmatan seprti tadi dengan
posisi sekarang, namum melihat gerakan dan goyangan Mbak Lulu yang bersemangat,
menunjukan Mbak Lulu sangat menikmati posisi kali ini.
"aakhh...akh.....eemmmhhhh....." desah Mbak Lulu.
aku biarkan Mbak Lulu yang menguasai permainan kali ini, dan memang Mbak Lulu
sangat menyukai posisi di atas ini, terbukti dengan goyangan pinggul Mbak Lulu
yang makin liar hingga aku yang tadi agak pasif kembali mualai bergerak. aku
remas kedua payudara Mbak Lulu yang bergerak naik turun, kenyal dan lembut....
aku belai pinggangnnya dan aku elus punggung mulus Mbak Lulu yang kemudian aku
tarik hingga kami berciuman kembali. Mbak Lulu membungkuk tapi pinggulnya terus
pergreak liar, naik turun, berputar hingga penisku yag ada dalam vaginanya
semakin terasa terjepit, namum sangat nikmat, aku mulai dengan pelan mengocok
naik turun namun aku yag pertama kali merasakan gaya tersebut agak kaku yang
membuat Mbak Lulu tersenyum di antara erangan dan desahan nya.
Aku cium payudaranya, aku remas, aku hisap putingnya dengan gemas dan Mbak Lulu
pun merasa akan orgasme dengan goyangan pinggul yang makin cepat dang gerakan
naik turun pantatnya yang bahenol juga erangan, dan desahannya. aku yang makin
nafsu juga semakin aktif bergerak, tidak hanya ppinggul, namun tangan ku meremas
payudara Mbak Lulu. hingga..."akh..... akh....eemmmhh..... ndi...... akh...
mbak.... mau... keluar... aakh......" desahnya hingga akhirnya tubuh mbka lulu
bergetar dan aku rasakan cairan hangat lagi di penisku yang masih ada di dalam
vagina Mbak Lulu, "akh............" desahnya panjang yang kemudian tubuh Mbak
Lulu terkulai dan rebah di atas tubuhku hingga payudara Mbak Lulu menempel di
dada ku.
Aku biarkan beberapa saat dan aku juga menikmati remasan dari otot vagina Mbak
Lulu yang berkontraksi meremas dan menjepit batang penisku. dan aku yang tidak
mau kehilangan momen itu langsug membalikan dan memutar tubuh kali hingga
kembali Mbak Lulu di bawah. sambil aku rasakan pijatan lembut itu aku kocok lagi
penisku naik turun hingga tak lama "akh..... mbak..... ndi... mau... keluar.....
akh...." desahku dan crott.... crott... crott.... spermaku aku semprotkan lagi
di dalam rahimnya. dan aku terkulai di atas tubuh kakakku yang sexy itu.
setalah selesai aku rasakan kenikmatan itu, aku berbaring lg di sebalhnya dan
mencium lagi bibir Mbak Lulu yang hangat dan nikmat. "kamu hebat sayang...."
sahut Mbak Lulu sambil tersenyum. aku kecup lagi bibirnya dan bilanh "mbak....
ini malam yang ga bakal ndi lupain, mbak udah ngasih kenikmatan buat ndi...."
kataku dan Mbak Lulu pun bilang "sama ndi, mbak juga nikmatin banget". akhirnya
kami tidur saranjang karena kelelahan dan masih telanjang sambil berpelukan.
pagi hari aku bangun meninggalkan Mbak Lulu yang masih tidur telanjang dan aku
kembali kekamarku dan tertidur dengan pulas. Semenjak itu,kami sering
melakukannya kapan saja dengan gaya berbeda-beda.Terkadang kusodok pantatnya
yang montok, kusuruh mengisap penisku dan menelan spermanya. Pokoknya aku puas
menikmati seks dengan Mbak Lulu.

Nasibmu lah, Tuminah. Wajahmu sama sekali tidak cantik. Hidungmu pesek
seperti jambu klutuk yang disumpalkan di atas mulutmu. Gigi atasmu
tonggos, terlalu jauh keluar dari bibirmu yang tebal tidak karuan.
Jidatmu menonjol tak proporsional dengan mukamu yang bulat dan gempal.
Kedua matamu belo dan sama sekali tidak sedap dipandang mata.
Pokoknya, nasibmu lah, Tuminah. Buruk muka, dan menjadi babu pula.
Menjadi bagian dari masyarakat yang tercampakkan walau konon sangat
diperlukan. Bekerja keras untuk gaji yang tidak seberapa. Sejak kecil
kau telantar, karena toh kedua orangtuamu juga tak sanggup memberimu
makanan yang cukup.
Untung sajalah kau sekarang bekerja untuk tuan dan nyonya mudamu yang
agak baik hati itu. Tuan Andi dan Nyonya Nita; masing-masing eksekutif
muda yang sedang naik daun. Punya mobil dua, tidak ada anak, rumah
cukup besar, dapur modern. Beruntunglah kau, Tuminah. Coba bandingkan
dengan terakhir kali kau bekerja, di saudagar Tionghoa yang sedang
bangkrut itu. Wah, jauh sekali bedanya.
Tuan Andi gagah tampan. Nyonya Nita cantik menawan. Kamu …? Ah, kamu
seperti kain dekil yang tersampir selalu di pundakmu. Mereka seperti
sutra halus aneka warna. Kamu seperti gentong berlumut di pojok garasi
itu. Mereka seperti patung marmer buatan Italia.
Pokoknya, nasibmu lah, Tuminah.
Bahkan Bang Miun, tukang sayur yang dulunya tukang ikan itu, tidak
suka melihat wajahmu. Bang Miun lebih suka menggoda dan menjawil-jawil
si Rukiah yang montok di seberang jalan itu. Atau mencubit-cubit
pantat Inem yang memang bahenol itu. Bahkan sampai berebut dengan si
Rohmat, supir tua yang matakeranjang itu.
Tidak ada yang mau menggodamu, Tuminah. Kamu jelek dan tak menarik
sama sekali. Mukamu itu, lah. Terlalu cepat menggugurkan selera
laki-laki.
Padahal badanmu bagus belaka. Sebagai wanita, yang sedang tumbuh
dewasa, dan bekerja membanting tulang, maka tubuhmu terbentuk bagus
seperti Nyonya Nita yang menghabiskan jutaan rupiah untuk ikut
fitness. Dadamu kencang, karena memang gerakan-gerakan menyapu atau
mencuci membuat otot-otot di sana selalu terlatih. Pinggulmu berisi,
dan perutmu tak gembung seperti gadis-gadis manja yang kebanyakan
makan hamburger itu.
Tetapi kamu juga, sih! Pakaianmu selalu kedodoran, butut dan
kehilangan warna aslinya. Tentu saja. Mana sanggup kamu beli pakaian
seperti Ditha, adik wanita Nyonya Nita yang kuliah di perbankan itu.
Beli jeans ketat? Atau kaos yang kependekan untuk memperlihatkan
pusarmu? Jangan mimpi, lah, Tuminah.
Nasibmu lah, Tuminah.
Padahal sebagai manusia biasa kamu punya hasrat juga. Sudah kamu
lewati masa pubertas dan menstruasimu teratur rapi. Ingin juga
sekali-kali kamu punya pacar, bukan? Ingin berjalan-jalan seperti si
Tinah yang katanya pacaran dengan kepala satpam kelurahan itu. Ingin
joget dang-dut seperti teman-temanmu yang bekerja di pabrik panci
dekat-dekat sini, bersama buruh-buruh pria yang kekar walau kerempeng
itu.
Tetapi siapa yang mau mengajakmu, Tuminah. Tidak ada. Belum apa-apa
orang sudah melengoskan mukanya. Jadi, janganlah bermimpi tentang
malam minggu yang romantis.
Duduk saja kamu di depan televisi, menonton sinetron yang bintangnya
cantik tampan belaka. Bahkan para babu di sinetron itu tidak ada yang
sejelek kamu, Tuminah. Bahkan ada yang sangat seksi sehingga tuannya
kepincut, lalu nyonyanya mengamuk. Kamu tak mungkin dilirik sekalipun
oleh Tuan Andi. Aman-aman sajalah kamu di sini. Nyonyamu pun sangat
sayang kepadamu.
Duduk saja di depan televisi, malam-malam seperti ini, setelah rumah
beres dan piring sisa hidangan malam sudah kering.
Dan tuan nyonyamu di dalam kamar bergelut. Kamu mendengar samar-samar
ranjang berderit, dan nyonyamu mengerang-erang. Itulah yang bisa kau
lakukan, Tuminah, di malam minggu seperti ini. Mendengar jerit-jerit
kecil nyonyamu, dan geraman tuanmu di penghujung kejadian. Lalu
besoknya mencuci seprai yang di sana-sini ada bercak kering putih.
Masuk saja ke kamarmu setelah televisi kehabisan acara.
Duduk di dipanmu yang tak terlalu lebar. Terlentang belum bisa tidur
karena kamu punya hasrat juga. Berguling-guling gelisah karena kamu
mengenang adegan di suatu siang hari libur. Tuan nyonyamu bersebadan
di kamar tamu menyangka kamu masih di pasar. Terkenang kamu melihat
adegan yang begitu menggebu-gebu dan alamiah dan ….. kamu ingat juga
adegan sapi bersebadan di kampung. Kamu ingat kambing adikmu di
kampung disetubuhi oleh jantannya dari belakang.
Tuan Andi juga suka main dari belakang.
Kamu tidak bisa tidur. Lalu belajar meraba-raba tubuhmu sendiri.
Meremas-remas tetekmu sendiri. Mengelus-elus pahamu sendiri.
Menyelip-nyelipkan jarimu sendiri. Kamu suka begitu, Tuminah, walau
wajahmu yang buruk tak pernah sedikit pun berubah cantik ketika sedang
orgasme. Malah tambah mengerikan.
Kamu bahkan melakukannya di kamar mandi setelah selesai mencuci. Rumah
sepi dan kamu ingin sekali memasukkan sesuatu sambil berjongkok.
Menjerit kecil sendirian karena sakit sedikit, tetapi lalu enaknya
lebih banyak. Kamu masuk-masukkan jarimu, karena pernah kamu lihat
pacar nona Ditha melakukannya di beranda. Kamu melihat terlalu banyak,
Tuminah.
Ah, kamu lakukan semuanya sendirian. Karena wajahmu terlalu jelek
bahkan untuk si Dollah yang dungu itu. Ia membantumu menyabit rumput,
lalu kamu coba-coba memikat dengan menyingkap rokmu pura-pura tak
sengaja. Eh, Dollah malah menendang pantatmu karena sebal.
Nasibmu lah, Tuminah, punya wajah buruk dan hasrat menggebu.
Kamu tak bakal menarik minat lelaki normal, karena semua lelaki suka
memandang keindahan ketika menyebadani wanita. Kecuali kalau lelaki
itu buta …
Hei, mengapa kamu juga berpikir begitu. Lelaki buta. Tukang pijat
tunanetra. Itulah harapan satu-satunya bagimu, Tuminah.
Pak Kadir … kamu memintanya datang di suatu siang ketika semua
penghuni rumah sudah pergi. Kamu bilang bahwa tubuhmu pegal minta
dipijat.
Ting-tong! Pak Kadir menekan bel. Kamu tergopoh-gopoh karena keasyikan
merapi-rapikan dirimu di kamar. Bodohnya, kamu Tuminah. Buat apa
memakai bedak dan gincu segala, kalau lelaki yang datang itu buta!
Buat apa memakai daster bekas nyonyamu yang tipis menerawang itu,
kalau lelaki yang mendatangimu itu tak bisa melihat apa-apa.
Ah, kamu cuma ingin berhayal saja sebagai Cinderella sehari ini; pak
Kadir adalah pangeranmu.
“Silakan masuk, Pak Kadir,” katamu gugup. “Langsung ke kamar saya
saja. Tuan dan nyonya tidak ada.”
Pak Kadir meraba-raba dengan tongkatnya, mengikuti langkahmu yang
terlalu cepat. Nyaris saja guci indah di kamar tamu terterjang langkah
lelaki buta itu. Awas, nanti kamu dimarahi nyonya, Tuminah.
Kamu tidak sabar. Kamu tuntun Pak Kadir ke kamarmu. Lelaki tua itu tak
punya kecurigaan apa-apa. Ia sudah memijat 1000 babu sebelumnya. No
problem. Para babu itu memang memerlukan pijat relaksasi setelah
bekerja seharian. Selama ini langganannya tak pernah mengeluh. Pak
Kadir memang idola para babu yang sedang keletihan.
Tuminah, Tuminah … kamu cuma bilang minta pijat seperti biasa.
Kenapa kamu buka seluruh bajumu yang tadi kamu patut-patutkan di muka
cermin?
Pak Kadir mulanya biasa saja. Memijat dari sini ke sana, seperti ia
memijat 1000 babu sebelumnya. Tetapi, kamu Tuminah … kamu yang
mengatakan dengan suara parau, “Pijat di sini, Pak Kadir ….”
“Lho ..lho .. lho!” Pak Kadir heran meraba bukit empuk kenyal halus
mulus.
Kamu, Tuminah …. kamu nakal dan menggelinjang-gelinjang kegelian.
Tidak tertawa, melainkan terengah-engah, dan berkata, “Terus, Pak
Kadir …. terus yang keras …”
“Lho … lho … lho.” Pak Kadir terus menyatakan keheranan, tetapi
terus meremas-remas pula. Istrinya yang tidak buta dan tambun itu juga
suka diremas-remas seperti ini.
Kamu memejamkan matamu, Tuminah …. lagakmu seperti bintang di film
video yang kamu putar diam-diam ketika tuan nyonyamu kelupaan
memasukkannya ke lemari. Kamu memang merasa keenakan, Tuminah.
Pak Kadir tak bisa melihat wajahmu yang sama sekali tak sedap
dipandang kalau sedang terangsang seperti itu. Mulutmu terbuka, tetapi
gigimu yang tonggos itu mengganggu pemandangan. Hidungmu tidak bangir,
dan lubangnya yang kempas-kempis itu menyebabkan tampangmu seperti
kerbau saja.
Tentu saja Pak Kadir tak tahu itu. Sehingga kamu beruntung, Tuminah.
Kamu bisa merasakan tangan lelaki menjamah badanmu. Puting-puting
susumu menegang dan kamu merasa sangat-sangat geli. Ingin menjerit,
tetapi kamu masih punya malu juga, Tuminah.
Tuminah … Tuminah … kamu makin nakal saja. Kamu singkapkan kedua
pahamu, dan kamu paksa Pak Kadir meraba bagian terlarang (siapa yang
melarang?) yang sudah agak basah itu.
“Nak, Tumi ini mau gituan, toh!?” bisik Pak Kadir, padahal ia tak
perlu berbisik karena tidak ada siapa-siapa di sana.
Tuminah mengangguk. Bodohnya kamu, mana bisa ia melihat kamu
mengangguk.
Pak Kadir juga sebenarnya tak mau tahu jawaban. Ia sudah mengendurkan
sarungnya, dan merangkak ke atas tubuhmu.
“Pijat-pijat dulu, Pak Kadir ….” katamu Tuminah, sambil
terengah-engah.
“Oh, iya .. iya.” Pemijat profesionalmu sekarang jadi tampak dungu.
Lalu kamu bawa jari-jarinya menelusup-nelusup. Kamu mengerang,
mencontoh nyonyamu atau bintang film itu? Pak Kadir merasakan
jari-jarinya basah dan lengket. Ia rajin sekali memutar-mutar dan
menyodok-nyodok. Sialan kamu, Tuminah, membuat orang repot dengan
kegairahan-kegairahanmu. Bagaimana kalau nanti istrinya memotong kuku
Pak Kadir dan melihat bekas-bekas kewanitaanmu di situ?
Kamu sekarang sedang menikmati terbang bebas menuju orgasme pertamamu
di tangan lelaki, Tuminah. Hebat kamu, Tuminah. Walau buruk muka,
tidak mau menyerah. Ingin mencapai cita-citamu yang sederhana,
Tuminah.
Pak Kadir sekarang juga terengah-engah. Ia belum pernah bertemu babu
seperti kamu, Tuminah. Sudah 1000 babu, tidak satu pun yang minta
disetubuhi. Ini rupanya hari keberuntungan Pak Kadir. Ia membuka
sarungnya, dan terjadilah persetubuhan yang seperti kamu inginkan,
Tuminah. Masuk lancar, berjalan sesuai rencana.
Ah, tetapi kasihan Pak Kadir. Ia menggelosor setelah baru saja
memasukkan kejantanannya tergesa-gesa.
Kasihan kamu juga, Tuminah.
“Gimana, sih … Pak!” Kamu memprotes. Pak Kadir nyengir saja salah
tingkah.
Kamu kesal sekali. Membayar dengan uang agak lusuh, kamu suruh lelaki
malang itu pulang karena kamu ingin cepat-cepat membersihkan seprai
yang basah oleh tumpahan birahi.
“Besok saya datang lagi, deh …” kata Pak Kadir. “Tidak usah dibayar,
deh …”
Kamu tidak menjawab. Karena memang kamu ingin mencoba lagi. Kamu
mengantar Pak Kadir ke gerbang, dan dia pergi setengah pincang. Dia
sudah cukup renta, memang.
Lalu keesokan harinya kalian mengulangi lagi upaya itu. Kali ini,
lumayan buat kamu Tuminah. Pak Kadir bertahan lima menit sebelum
menggelepar. Dia menyalahkan kamu. Katanya kamu terlalu sempit,
Tuminah. Salahmu lagi, Tuminah. Nasibmu, punya wajah buruk dan
kewanitaan yang sempit. Lelaki tak tahan berlama-lama di sana.
Tidak setiap hari kamu bisa mengulangnya, Tuminah. Besok lusa hari
Minggu, semua penghuni rumah ada untuk makan siang bersama keluarga
besar. Kamu sibuk sekali hari itu, dan lupa pada hasrat gairahmu.
Tetapi hari Rabu, kamu ulangi lagi upayamu. Lebih lumayan lagi kali
ini, Pak Kadir bertahan 10 menit. Kamu untuk pertama kalinya merasakan
enaknya berlama-lama di bawah tubuh lelaki. Memang belum sampai
mengejang-kejang seperti di film-film itu. Belum sampai gatal, bahkan.
Tetapi lumayanlah. Kamu masih terlalu sempit, Tuminah.
Lalu kamu temukan tablet obat kuat di kamar tuan-nyonya. Oh, ini yang
pernah kamu dengar dari pembantu di seberang jalan, tentang tuannya
yang juga suka menelan obat sebelum bersebadan dengan istri keduanya,
atau istri keempatnya, atau gundiknya. Kamu tidak terlalu cepat bisa
membaca, tetapi dengan mengeja kamu bisa tahu nama obat itu. Iya …
iya … sama dengan obat yang disebut-sebut
“Pak Kadir, minum ini dulu sebelum main,” katamu sambil menyodorkan
satu tablet dan satu gelas.
Gila betul, kamu Tuminah. Pak Kadir menyetubuhimu satu jam penuh! Kamu
pingsan karena keenakan. Sepraimu berantakan. Seluruh kamarmu
berantakan, karena kamu jatuh ke lantai dan bersetubuh di sana seperti
kambing, seperti sapi, seperti ayam. Kakimu yang berotot itu menerjang
rak jemuran di kamarmu; jatuh bergelontangan. Seluruh daerah di
sekitar selangkanganmu rasanya pedih, tetapi kamu tak peduli. Kamu
terlalu keenakan, Tuminah. Sampai penuh keringat tubuhmu. Sampai licin
lantai kamarmu.
Pak Kadir ngos-ngosan lalu rubuh menimpa tubuhmu yang sintal. Kamu
memang sudah pingsan lebih dulu. Kepalamu terasa ringan. Kamu berada
di langit ketujuh, Tuminah. Bukan main!!
Pak Kadir tidak berkutik lagi.
Pak Kadir tidak bernafas lagi.
Setelah sadar dari pingsan, kamu mendorong-dorong tubuhnya yang berat.
Lelaki itu tak bergerak. Kamu berteriak panik. Celaka, Tuminah. Lelaki
itu terkena serangan jantung. Celaka, Tuminah.
Nasibmu, Tuminah. Wajahmu buruk. Kewanitaanmu terlalu sempit. Lelaki
yang menyetubuhimu mati.
Sekarang, telpon saja polisi, Tuminah!
Label: cerita gag bgt
Subscribe to:
Komentar (Atom)